[caption id="attachment_365608" align="aligncenter" width="700" caption="Hartono: Semua tergantung pada Joko Widodo"][/caption]
Hartono (63), mantan Kades Nglanggeran,Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul membuat kesimpulan sederhaha tetapi mengejutkan.Drama tragis yang menimpa dua tokoh fiktif dalam mitos terciptanyahuruf Jawa, dipandang mempunyai keterkaitan riil dengan pernyataanpolitis Presiden Joko Widodo terutama mengenai revolusi mental.
"Huruf Latin berjumlah 26, berbeda dengan huruf Jawa hanya 20,"demikian Hartono mulai membongkar rahasia di balik cerita samarDora dan Sembodo, duaabdi dalem Raja Medang Kamulan, Ajisaka.
Secara filosofis huruf Jawa: HANACARAKA, DATASAWALA, PADAJAYANYA, MAGABATHANGA, menurut Hartono merupakan cerminankatarsis (pensucian diri), yang belakangan menjadi jargon PresidenJoko Widodo dalam formulasi politik revolusi mental.
Dapuluh huruf Jawa mengandung pesan moral super halus. Ajaran itudiperagakan di dalam cerita fiksi : rebutan pusaka antara Dora dan Sembada. Mereka berduadianggap sebagai pribadi yang kuat dalam hal memegang amanah.Dibuktikan, mereka rela mati demi menjunjung perintah Sang Ajisaka.
Dora dan Sembodo, menurut Hartono merupakan personifikasi dari duautusan yang memegang teguh perintah raja, implisit Tuhan.
Dora, oleh Prabu Ajisaka diminta menjaga sebilah keris. Ajisakaberpesan, "Jangan diberikan kepada siapa pun. Kelak, aku sendiri yangakan mengambil keris ini,” sabda Sang Pabu tegas.
Lain ketika, tokoh Sembodo diperintah oleh Ajisaka, "Ambilkankerisku. Saat ini keris itu di bawah penjagaan Dora. Katakankepadanya, bahwa kamu ambil keris itu karena perintahku."
Hubungannya dengan huruf Jawa, menurut Hartono adalah soal keterkaitan makna.HANACARAKA, memiliki makna ana caroko, atau ada utusan. DATA SAWALA, diartikan sebagai datan suwolo, yang sepadan dengan pantangmenolak perintah. PADHAYANYA, diinterpretasikan keduanyasama-sama sakti atau sama- sama berpegang teguh pada perintah bagindaRaja. Dora tak akan memberikan keris yang dijaga, kepada siapapun, sementara Sembodo ngotot mau ambil keris karena dia merasa mendapat perintah untuk itu.
Dan ujung dari tragedi tersebut, adalah MAGABATHANGA alias mati bersama karena masing masing berpegang teguh padaperintah Baginda Aji Saka.