Lihat ke Halaman Asli

Bambang Trim

TERVERIFIKASI

Pendiri Penulis Pro Indonesia

Menolak Sertifikasi Penulis Buku Anak

Diperbarui: 30 Desember 2023   12:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: iStockphoto/Jacob Ammentorp Lund via KOMPAS.com

Di linimasa Facebook saya terbaca petisi menolak sertifikasi penulis buku anak. Penyebaran petisi itu dilakukan oleh teman-teman yang saya kenal bergiat dalam penulisan buku anak atau lebih khas bidang buku anak ini disebut sastra anak. 

Saya termasuk penggagas sertifikasi bidang penerbitan buku. Dorongan ini sudah ada sejak lama, terutama ketika saya mengikuti rapat di Bekraf (mewakili Ikapi) pada 2017 tentang hasil kajian SKKNI dan lembaga sertifikasi profesi. Ada dua bidang industri kreatif yang belum memiliki SKKNI dan LSP, yaitu perfilman dan penerbitan buku.

Riuh penolakan sertifikasi penulis ini mengingatkan saya saat terjadi penolakan kalangan musisi ketika Bekraf melaksanakan sertifikasi musisi atau bidang musik kali pertama tahun 2018. Lalu, penolakan makin serius saat RUU Permusikan digulirkan di DPR yang memuat sertifikasi musisi sebagai mandatori alias wajib. Jadi, kejadian tahun 2019 ini boleh dibilang mirip dengan apa yang dilakukan oleh teman-teman penulis buku anak pada saat ini meskipun konteksnya berbeda. Musisi menolak RUU Permusikan, sedangkan penulis buku anak menolak sesuatu yang masih menjadi wacana setelah penyusunan rancangan SKKNI.

RUU Permusikan kemudian resmi dicabut dari program legislasi nasional (prolegnas) tahun 2019. Perdebatan musisi ini melahirkan tiga kubu: pro-RUU, anti-RUU, dan revisi-RUU (CNNindonesia.com 2019). Setelah RUU tidak jadi, perdebatan pun mereda. Namun, ternyata sertifikasi musisi tetap berjalan sebagai pilihan bagi mereka yang memerlukan sertifikat kompetensi.

Salah satu fakta, Direktorat Kebudayaan melalui LSP Kebudayaan (LSP milik direktorat) bekerja sama dengan Institut Musisi Jalanan  melakukan sertifikasi untuk musisi jalanan dengan skema sertifikasi musisi September 2023 lalu. Tentang LSP P-2 (pihak kedua) Kebudayaan ini dapat diakses di situs web LSP Kebudayaan

LSP Kebudayaan ini juga menginisiasi terbitnya standar kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI) Sejarah yang melahirkan skema penulis sejarah untuk sertifikasi. Saya termasuk salah seorang yang mengikuti bimtek dan sertifikasi penulis sejarah sehingga memegang sertifikat penulis sejarah. Kegiatan selama empat hari itu semua dibiayai oleh Direktorat Kebudayaan.

Sertifikasi untuk penulis dan editor sebenarnya sudah terlaksana sejak 2019 ketika Perkumpulan Penulis Profesional Indonesia (Penpro) menyusunan standar kompetensi kerja khusus (SKKK) yang disahkan Kementerian Ketenagakerjaan. Lalu, Penpro meneruskannya dengan mendirikan lembaga sertifikasi profesi pihak ketiga (LSP P-3) Penulis dan Editor Profesional. Sampai kini ada sekira 11.000 orang telah mengikuti sertifikasi penulis dan editor, terbanyak dari kampus, yakni dosen dan mahasiswa.

Pemicu penolakan dari teman-teman penulis buku anak tampaknya (saya merasa saja) karena kehadiran saya pada acara Ngopi yang diadakan oleh Paberland. Paberland yang dulu dikenal dengan nama Forum Penulis Bacaan Anak merupakan perkumpulan yang didirikan oleh Mas Ali Muakhir, dkk. 

Paberland tertarik mengangkat isu sertifikasi penulis karena Pusat Perbukuan (Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kemendikbudristek) baru saja menginisiasi penyusunan SKKNI Bidang Penerbitan Buku/Pelaku Perbukuan. Ada 100 lebih orang yang mengikuti diskusi hangat ini.

Saya menjelaskan perihal sertifikasi profesi, tetapi tidak cukup memahamkan banyak orang. Penolakan yang muncul dalam pandangan saya adalah di antara mereka yang cukup paham, setengah paham, dan tidak paham sama sekali duduk perkara sertifikasi profesi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline