Harga eceran yang tertera di jaket bagian belakang buku itu adalah RM370,83. Jika dikonversi ke rupiah, sekira Rp1,3 juta. Mungkin sangat mahal untuk sebuah buku, tetapi harga yang pantas untuk kandungan ilmu dan pengetahuan di dalamnya.
Saya menimbang-nimbang juga saat menemukannya di toko buku Kinokuniya yang legendaris di dalam gedung pertokoan menara KLCC, Kuala Lumpur.
Warabuku (blurb) pada kover belakang tertulis bahwa lebih dari 1,5 juta kopi buku ini telah terjual. Disebutkan pula bahwa buku ini merupakan buah karya dari hasil kebijakan dan kebajikan praktis editorial serta kekayaan pengalaman industri (penerbitan) dari para staf The University of Chicago Press dan penasihat penerbitan selama lebih dari 110 tahun.
Alhasil, buku ini memuat semua jawaban yang diperlukan oleh penulis, editor, dan penerbit, terutama di bidang penulisan dan penerbitan karya ilmiah.
Buku setebal lebih dari 1.100 halaman ini (lebih dari 2.000 paragraf pranala) adalah Chicago Manual of Style (CMOS) yang sudah diterbitkan dalam edisi ke-17 pada tahun 2017. Inilah yang disebut sebagai buku panduan gaya selingkung (in-house style book). Dalam penelusuran saya, CMOS merupakan panduan gaya selingkung tertua yang pernah ada sejak penerbitan berkembang sebagai industri. Setelah itu, baru disusul oleh American Psychological Association Style (APA Style) pada tahun 1929.
Gaya CMOS disusun sejak 1891 ketika The University of Chicago Press mulai "membuka diri" kepada para penulis. Pada saat itu The University of Chicago Press memiliki ruang sendiri yang mempekerjakan para juru tik berpengalaman untuk mengelola penerbitan ilmiah yang rumit. Naskah dari para profesor mulai dikelola dan diterbitkan.
Buku ini terdiri atas tiga bagian besar, yaitu (1) Proses Penerbitan (The Publishing Process); (2) Gaya dan Penerapan (Style and Usage); (3) Kutipan Sumber dan Indeks (Source Citations and Indexes). Materi buku dibahas per tajuk dengan penomoran berurut pada setiap bab. Setiap tajuk pembahasan diuraikan dalam satu paragraf.
Boleh disebut CMOS merupakan buku rujukan gaya selingkung yang paling banyak digunakan di dunia. Karena itu, saya tak ragu membelinya sebagai panduan tepercaya dan aplikatif dalam penulisan, penyuntingan, dan penerbitan naskah.
Pendeknya, boleh saya katakan jika seorang penulis atau editor menguasai saja sebagian dari isi buku ini, ia dapat naik level menjadi narasumber atau konsultan penulisan-penerbitan.
Tambahan lagi, di Indonesia tradisi menyusun buku panduan gaya selingkung ini belum mengakar kuat. Hanya segelintir lembaga penerbitan yang memilikinya. Saya sendiri pernah punya pengalaman mendampingi penyusunan buku gaya selingkung untuk IAARD Press (penerbit di bawah Kementerian Pertanian), Lembaga Penerbitan Balitbangkes (Kementerian Kesehatan), dan P2M2 Universitas Terbuka. Penerbit BRIN termasuk yang memiliki buku panduan gaya selingkung walaupun tidak selengkap CMOS.