Sering kali saya mengutip kalimat hebat Mochtar Lubis ini.
Buku: Senjata yang kukuh dan berdaya hebat untuk melakukan serangan maupun pertahanan terhadap perubahan sosial, termasuk perubahan dalam nilai-nilai manusia dan masyarakat.
Sejak buku cetak menjadi media baru setelah mesin cetak disempurnakan Gutenberg pada abad ke-15 dan Eropa mengalami Zaman Pencerahan pada abad ke-16, perlawanan/pertahanan intelektual dan kontekstual melalui buku sudah dimulai.
Begitu pula yang tampak pada awal Januari 2023. Sosok manusia yang sangat populer di jagat ini, Pangeran Harry, Duke of Sussex, beberapa bulan sebelumnya mengumumkan akan menerbitkan memoar bertajuk Spare.
Ini merupakan sebentuk perlawanan dari Harry yang lain setelah sebelumnya dua dekade lewat dari Inggris juga muncul perlawanan fiksi lewat Harry Potter, J.K. Rowling.
Publik sudah maklum bahwa kontroversi Pangeran Harry dan pasangannya, Meghan Markle, telah memuncak saat mereka memutuskan keluar dari keluarga senior Kerajaan Inggris pada tahun 2020. Tentu ini bukanlah fiksi. Keduanya kembali menjadi sorotan saat menghadiri pemakaman Ratu Elizabeth II di Inggris beberapa waktu lalu.
Ada banyak cerita yang melatari kehidupan Pangeran Harry, termasuk bagaimana ia bertahan sebagai anak-anak setelah kematian ibunya, Putri Diana. Harry dan Meghan telah menjadi simbol "perlawanan" terhadap kemapanan kehidupan keluarga Kerajaan Inggris yang dimuliakan.
Tahun 2014 sebenarnya telah terbit buku bertajuk Prince Harry: Brother, Soldier, Son yang ditulis penulis spesialis biografi kerajaan, Penny Junor.
Buku ini ditulis dengan sudut pandang orang ketiga yang mengisahkan tentang kontroversi keluarga Kerajaan Inggris dan tentunya kisah Harry yang disebut pangeran "cadangan" (spare prince), tepat saat Harry berusia 30 tahun.