Lihat ke Halaman Asli

Bambang Trim

TERVERIFIKASI

Pendiri Penulis Pro Indonesia

Ambideksteritas Menulis dan Menyunting

Diperbarui: 30 Mei 2022   00:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dewa Janus (Sumber: Photo.com/Photo Images

Dewa Janus dalam mitologi Romawi Kuno dikenal sebagai dewa yang memiliki dua wajah. Satu wajah menghadap ke belakang dan satu lagi menghadap ke depan. Tapi, kalau ia berbalik badan, tentu yang belakang menjadi depan dan depan menjadi belakang.

Perumpamaan Dewa Janus ini dapat dipakai untuk menggambarkan istilah ambidexterity. Dengan pola transliterasi ke dalam bahasa Indonesia, saya gunakan istilah ambideksteritas---kata ini belum ada di KBBI Daring edisi V.

Ambideksteritas merupakan istilah untuk menggambarkan kemampuan mengoordinasikan penggunaan tangan/kaki kanan dan tangan/kaki kiri dengan sama baiknya. Penerapan ambideksteritas banyak dilakukan di dunia olahraga.

Seorang pemain basket yang dikenal kidal bukan berarti ia tidak dapat memanfaatkan tangan kanan secara sama baik atau hebatnya dengan tangan kiri. Kemampuan ini menempatkan ia menjadi seorang ambidekster. Istilah 'ambidekster' digunakan untuk menyebut orang yang memiliki kemampuan ganda atau lebih yang digunakan secara bersamaan atau bergantian.

Istilah ambideksteritas juga digunakan dalam bidang manajemen untuk menggambarkan sebuah organisasi bisnis yang mampu terus mengevaluasi diri dengan "melihat ke belakang" dan sekaligus secara simultan mampu berinovasi dengan melihat ke depan.

Apakah mungkin sebagai penulis kita menjelma layaknya Dewa Janus yang punya kemampuan kanan-kiri ok atau depan bisa-belakang bisa? Bagaimana dengan dunia tulis-menulis?

Saya menghubungkannya dengan para literator. Makna kata 'literator' dalam KBBI Daring (edisi V) adalah ahli sastra; pengarang profesional; sastrawan. Jika kegiatan membaca merupakan suatu kapasitas atau kompetensi, para literator tidak lagi diragukan sebagai pembaca ulung. Lalu, ada dua kapasitas yang juga dapat dikuatkan secara bersamaan, yaitu menulis dan menyunting.

Para literator zaman baheula, sebut saja Nur St. Iskandar, Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, Sanusia Pane, dan H.B. Jassin adalah para penulis andal sekaligus penyunting andal. Bagaimana mungkin mereka dapat melakukan keduanya, bahkan ketiganya? Membaca, menulis, dan menyunting? Tentu karena itu sudah dilatihkan dengan penuh kesadaran bahwa membaca-menulis-menyunting adalah tiga unsur yang saling menopang. Ketiganya harus dikembangkan secara optimal.

Wajah seorang STA adalah wajah seorang penulis sekaligus wajah seorang penyunting. Jika sebagai penulis ia melihat ke depan, bagaimana sastra Indonesia dapat dimajukan, saat sebagai penyunting ia melihat ke belakang. Ia melihat bagaimana sebuah karya diciptakan dengan proses kreatif yang baik dan benar. Jadi, kita dapat simpulkan STA adalah seorang ambidekster dalam bidang literasi.

Nah, apakah Anda juga demikian? Mampu menulis sekaligus menyunting? Pendidikan kita, terutama pendidikan bahasa hanya pro pada keterampilan menulis, tidak pada keterampilan menyunting. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline