Smes Apriyani Rahayu benar-benar membuat sejarah baru bulu tangkis Indonesia dalam ajang pesta olahraga terbesar sejagat. Ia bersama rekannya Greysia Polii merayakan dengan joget Tiktok saat menyabet medali emas Olympiade Tokyo 2021.
Publik pun menyoroti Apriyani, pemain yang lebih junior daripada Greysia ini. Usianya ketika menyabet medali emas saat itu 23 tahun. Apriyani disebut ayahnya telah berlatih bulutangkis dengan raket kayu sejak usia tiga tahun. Ia menjadi satu lagi contoh sukses di dunia olahraga karena penempaan bakat sejak dini.
Dalam tulisan kali ini saya ingin sedikit mengulas fenomena spesialis dan generalis dalam bidang menulis. Jika sebagai penulis Anda diibaratkan seperti Apriyani, tentu bakat Anda itu sudah ditempa sejak anak-anak atau bahkan kanak-kanak.
Namun, bidang menulis sering kali bukan dianggap sebagai karier yang kukuh seperti olahragawan atau seniman di bidang musik, terutama di Indonesia. Jarang ada seseorang benar-benar menempa dirinya sejak kecil sebagai penulis, kecuali sebagai hobi atau kesenangan belaka.
Saya menuliskan jarang ada, tetapi mungkin saja memang ada anak-anak yang sudah difokuskan menulis sejak kecil. Boleh jadi karena orang tua mereka adalah penulis maka anaknya pun didorong untuk menulis sejak dini. Kelas-kelas penulisan untuk anak-anak mulai bermunculan.
Mungkin ini menunjukkan juga kelas di pendidikan formal dari SD hingga SMA tidak mampu membuat anak menjadi penulis. Anda dapat melihat fenomena sebagian besar mahasiswa tidak becus dalam menulis.
Antara Sri Izzati dan Dee Lestari
Contoh "anomali" di Indonesia mungkin dapat disebutkan di sini adalah Sri Izzati. Ia mendapat rekor MURI sebagai novelis termuda Indonesia. Karya perdananya yang sangat populer saat itu berasal dari seri Kecil-Kecil Punya Karya yang digagas DAR! Mizan.
Di mana Izzati sekarang? Ia menjadi UX Writer di Gojek. Generasi lewat paruh baya seperti saya yang kuper mungkin masih kabur dengan profesi UX Writer ini. Ini penulis apaan? Googling saja deh, Bro!
Izzati memang tidak meneruskan karier menulis novelnya. Ia terakhir menulis buku tahun 2014 berjudul Satu Keping diterbitkan oleh DAR! Mizan. Akan tetapi, Izzati tetap berada di dunia tulis-menulis.
Izzati mungkin mewakili sosok spesialis di dalam dunia menulis walaupun ia mengaku kini menulis "suka-suka". Apa pun yang ingin ditulisnya, ia akan tulis, apakah itu puisi, prosa, atau cuitan di Twitter demi melatih "otot" menulisnya sebagaimana ia sampaikan kepada Kumparan.com.