Lihat ke Halaman Asli

Bambang Trim

TERVERIFIKASI

Pendiri Penulis Pro Indonesia

Gereget Gelar di Kover Buku

Diperbarui: 30 Januari 2020   12:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Bambang Trim/Salamadani

Salah satu poin yang kerap saya insafkan di dalam penulisan buku ilmiah-akademis adalah soal pencantuman gelar di kover buku. Konvensi internasional dalam penulisan ilmiah seperti Chicago Manual of Style (CMS) atau American Psychological Association (APA) memang melarang pencantuman gelar akademis atau kredensial penulis di kover buku---termasuk juga di daftar rujukan atau daftar pustaka.

Ada kala ketika saya mengingatkan perihal ini, beberapa dosen/akademisi langsung insaf. Namun, ada juga yang membuka perdebatan soal boleh tidaknya gelar akademis dicantumkan di kover (depan) buku.

Tentu ada pertanyaan: Mengapa tidak diperbolehkan?

Alasan pertama dari sisi pembaca. Pembaca buku ilmiah-akademis diharapkan objektif terhadap materi/isi buku tanpa memandang penulisnya bergelar apa. Jadi, ia (si pembaca) tidak boleh serta-merta percaya pada isi buku mentang-mentang penulisnya seorang profesor atau doktor.

Sebaliknya, ia juga tidak boleh meremehkan penulis yang gelarnya hanya dari pendidikan vokasi D-3. Sekali lagi, objektivitas diharapkan muncul pada pembaca tanpa memandang gelar penulisnya.

Alasan kedua dari sisi penulis untuk melindungi penulis sendiri agar tidak tersandung dengan gelar yang disandangnya. Jadi, ketika buku yang ditulis seorang profesor atau seorang bergelar doktor kualitasnya di bawah standar, ia tidak perlu malu atau dicemooh dengan gelar yang disandangnya tersebut.

Ada alasan yang sering dijadikan "pembenaran" bahwa pencantuman gelar di kover buku itu untuk membantu pemasaran buku. Apalagi, jika nama penulisnya belum populer atau masih penulis pemula. Gelar itu setidaknya membuat pembaca yakin untuk membeli dan membaca buku.

Alasan lain bahwa pencantuman gelar dapat menguatkan asumsi sang penulis memang pantas menulis buku topik tertentu. Ilmunya linear dengan topik bukunya.

Ada pula alasan yang mengada-ada bahwa pencantuman gelar untuk menghormati kegigihan penulis yang telah bersusah payah menempuh pendidikan hingga ia memperoleh gelar akademis yang mentereng. Sungguh sayang gelar yang begitu susah didapatkan malah tidak dicantumkan.

Selain gelar akademis, banyak juga penulis yang mencantumkan gelar kredensial lainnya, seperti kiai haji atau haji; gelar sertifikasi di belakang nama (contohnya para pemegang sertifikat hipnosis); dan gelar kebangsawanan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline