Di antara kita, terutama yang pernah menyusun karya tulis ilmiah, pasti tidak asing dengan daftar pustaka (bibliography) dan daftar rujukan (references/citation). Daftar ini menjadi salah satu ciri bobot sebuah tulisan karena menggunakan pijakan teori, definisi, studi kasus, contoh-contoh, dari sejumlah bacaan dan rujukan. Beberapa lembaga juga membuat aturan seberapa banyak sumber pustaka yang harus tercantum di dalam daftar pustaka/daftar rujukan.
Daftar pustaka sejatinya berbeda dengan daftar rujukan/acuan. Di dalam daftar pustaka, apa yang termuat belum tentu dirujuk langsung di dalam teks. Artinya, ada yang sekadar menjadi bahan bacaan untuk menguatkan pemikiran penulis.
Sebaliknya, di dalam daftar rujukan, apa yang termuat harus dirujuk atau terdapat kutipannya di dalam teks, baik itu melalui catatan perut (in-note/in-text reference), catatan kaki (footnote), ataupun catatan akhir (endnote).
Ada bermacam cara penyusunan daftar pustaka yang diterapkan setiap pedoman gaya selingkung (house style), seperti CMS, Harvard, APA, MLA, ISO, Turabian, dan Vancouver.
Perbedaan itu bukan soal benar atau salah. Hal terpenting adalah penulis atau penerbit harus konsisten mengacu pada satu gaya penulisan. Jangan sampai di setiap publikasi terdapat bermacam gaya penyusunan daftar pustaka/daftar rujukan.
Daftar pustaka kini semakin berkembang. Apa yang didaftarkan sudah beraneka ragam, yaitu buku, media cetak, media daring, video dari aplikasi seperti Youtube, siaran televisi, siaran radio, karya tulis ilmiah nonbuku, karya yang belum dipublikasikan, dan sebagainya.
Pendeknya, semua bahan yang berpotensi dijadikan sumber tulisan, disebutkan penulis. Hanya sumber berupa hasil wawancara yang tidak perlu dimuat di daftar pustaka.
Adakah buku atau karya tulis ilmiah yang tidak mencantumkan daftar pustaka? Adalah hal yang aneh jika sebuah buku nonfiksi tidak mencantumkan daftar pustaka.
Artinya, sang penulis benar-benar mengandalkan pikiran orisinalnya tanpa memerlukan pijakan teori, definisi, contoh-contoh dari buku lain. Namun, saya pernah menemukan beberapa buku tanpa daftar pustaka.
Ada yang meyakinkan bahwa isi buku murni pemikiran penulisnya, tetapi ada pula yang meragukan karena terdeteksi ia mengambil beberapa gagasan orang lain di dalam tulisannya, tetapi enggan mengakui bahwa ia mengutip---ini soal kode etik penulisan.