Kemarin (26/02) saya mendapatkan tugas mewawancarai para peserta terpilih Orbit Bekraf 2018. Ada lima belas anak muda yang berprofesi sebagai desainer mengikuti kegiatan pengembangan kapasitas. Ada yang dari bidang arsitektur, fesyen, interior, DKV, produk, tekstil, dan kriya. Umumnya anak-anak muda ini kurang dari lima tahun lulus kuliah dan langsung bekerja sekaligus berkarya.
Profil mereka akan dibukukan. Salah satu yang sempat saya wawancarai pada hari pertama adalah Angelita Nurhadi, desainer fesyen. Angel yang memiliki usaha Studio Jeje ini pernah menjadi finalis 8 besar pada ajang Asia NewGen Fashion Award (ANFA) 2018 yang diselenggarakan Harper's Bazar. Ada kutipan pesan Jeje yang menarik bagi saya.
Buat teman-teman desainer muda, kita harus berhati-hati zaman sekarang. Soalnya, internet itu membuat kita gagal fokus saking banyaknya referensi. Kreativitas kita terhalangi sehingga orisinalitas tidak muncul.
Saya mengamini pendapat Jeje alias Angel ini, termasuk di dalam bidang tulis-menulis. Makin sering saya menemukan sebuah buku dengan sumber internetnya lebih banyak, bahkan ada yang semuanya dari internet. Makin sering pula jika ditelusuri, buah pemikiran penulis tidak muncul karena ia hanya tinggal menyusun comotan-comotan dari berbagai sumber internet.
Memang enak sekali zaman kini, ya. Internet menyediakan begitu banyak gagasan untuk ditiru, bahkan bukan hanya ditiru, melainkan juga di-copas langsung.
Saya sendiri bukanlah alergi dengan internet. Internet sangat membantu dalam mengecek akurasi data dan fakta secara cepat. Jika lupa bagaimana menuliskan nama orang, saya tinggal mengetik dan mencarinya di internet. Contohnya, ketika Angel menyebut Dries Van Noten sebagai desainer dunia yang dikaguminya, saya langsung meramban Google untuk mendapatkan informasi tentang Van Noten. Google memberi saya informasi dalam hitungan detik ke Wikipedia.
Namun, dalam banyak hal ketika menulis, saya menghindarkan diri untuk langsung melakukan copy paste apa adanya. Jika pun melakukan copas, saya akan membuat parafrasa--menuliskan ulang dengan gaya lain tanpa menghilangkan pengertian awal.
Pertanyaannya sekarang: Apakah benar ada karya orisinal zaman kini? Ambrose Bierce, seorang jurnalis dan penulis asal Amerika pernah berkata: "The is nothing new under the sun; but there are lots of olds thing we don't know." Ide yang kita anggap orisinal mungkin saja bukan baru-baru amat, melainkan sudah dibuat orang sejak dahulu. Pengetahuan kita tentang masa lalu, apalagi mungkin karya-karya tulis masa lalu ternyata sedikit.
Orisinilitas itu lebih pada apa yang murni kita pikirkan dan kita rasakan tercurah di dalam tulisan---di luar persoalan apakah ada yang telah lebih dulu menciptakannya. Tentu saja seseorang akan dipengaruhi oleh hal-hal di luar dirinya, termasuk bahan bacaan. Nah, sumber informasi internet kadang membuat seseorang tidak membaca secara analitis sebagaimana buku yang lengkap---membaca sekaligus mendalami, lalu melakukan olah pikir, olah rasa, dan olah karsa.
Internet yang kerap menyajikan informasi sepotong-potong, bahkan sumber primernya tidak diketahui, dapat mendorong seseorang langsung menerima dan menjadikannya bagian dari tulisan. Tidak hanya satu sumber, melainkan begitu banyak yang membawa sang penulis mengeklik dari satu tautan ke tautan lain. Lalu, terkumpullah sejumlah pendapat dan pemikiran orang lain.
Ujung-ujungnya menjadi bingung sendiri, lalu menjadi bimbang karena semua menarik untuk ditiru. Pemikiran dan perasaan pribadi yang orisinal pun lambat laun menjadi tumpul. Benar, nggak sih?