Lihat ke Halaman Asli

Bambang Trim

TERVERIFIKASI

Pendiri Penulis Pro Indonesia

Estetika Tulisan dan Kerumitannya

Diperbarui: 20 Januari 2019   11:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Luca Laurance on Unsplash

Sembari menulis handout "Swasunting", saya membaca ulang karya Pak Wahyu Wibowo bertajuk Menjadi Penulis dan Penyunting Sukses. Buku ini keren karena penulisnya juga keren. Pak Wahyu Wibowo seorang penulis senior berlatar belakang ilmu yang kaya. Pendidikan sarjananya di Ilmu Sastra UI, S-2 di Manajemen, dan S-3 di Filsafat. Beliau pernah berkarier sebagai wartawan sekaligus menjadi dosen di beberapa perguruan tinggi.

Belakangan Pak Wahyu Wibowo lebih dikenal sebagai pakar dan praktisi di bidang penulisan karya tulis ilmiah (KTI). Beliau menjadi salah seorang penilai untuk program hibah/insentif buku pendidikan tinggi yang diadakan Kemristekdikti. 

Saya senang membaca karya-karya Pak Wahyu yang puluhan jumlahnya, terutama tentang penulisan. Muatannya berat, tetapi disampaikan dengan gaya yang lincah. Dari buku tentang penulis dan penyunting yang saya baca tersebut, langsung pembaca disuguhi hakikat keindahan dalam karya tulis. Beliau membukanya dengan kisah Ken Dedes dan Ken Angrok yang dinukil dari kitab Pararaton

Sejatinya tulisan itu adalah karya seni yang mengandung keindahan sehingga memikat untuk dibaca seperti halnya Pararaton---terlepas dari klaim itu hanya mitos belaka, bukan kisah sebenarnya. Di balik keindahan itu ada unsur-unsur kerumitan yang membangun sebuah narasi menjadi apik dan menarik untuk dibaca, bahkan dipercayai.

Pak Wahyu meramu pandangan DeWitt H. Parker, seorang profesor di bidang filsafat, dan Monroe Beardsley, seorang filsuf di bidang seni. Dalam konteks sesuatu yang indah maka terdapat unsur-unsur yang saling mendukung. Sesuatu dikatakan indah apabila keanekaragaman unsur-unsur terlihat saling menopang menjadi satu kesatuan yang utuh. 

Terkait tulis-menulis, menurut Pak Wahyu, prinsip indah sejajar dengan berpikir jernih yakni menimbang segala sesuatunya secara objektif, matang, dan logis. Dengan berpikir jernih, seorang penulis mampu menjaga kesatuan dan keutuhan keanekaragaman pikiran yang muncul dari dalam tulisan. Dengan demikian, tulisan akan terkesan wajar, rapi, dan elegan.

Saya ingin menghubungkannya dengan konsep saya tentang tulisan yang baik. Saya menyebut tiga daya yang menunjukkan sebuah tulisan itu dikategorikan baik. Pertama, adanya daya gugah yakni kemampuan tulisan menarik orang untuk membaca sampai tuntas. 

Kedua, adanya daya ubah yakni kemampuan tulisan menggerakkan orang berubah ke arah yang lebih baik (dari tahu menjadi mengerti; dari mengerti menjadi memahami; dari memahami menjadi melakukan). Ketiga, daya pikat yakni kemampuan tulisan memberi pengalaman-pengalaman indah atau impresi bagi pembacanya sekaligus meninggalkan kesan yang menyenangkan. 

Bandingkan dengan prinsip Pak Wahyu yang menyebutkan bahwa tulisan indah itu harus 1) mengandung kesatuan dan keutuhan; 2) mengandung satu pikiran utama yang jelas; 3) mengandung prinsip perkembangan. 

Tulisan yang indah itu mewujud dalam satu yang utuh. Tulisan yang indah itu menonjolkan satu pikiran utama yang jelas meskipun ada banyak unsur yang dicuatkan. Perhatikan di dalam lukisan itu ada objek, warna, media, format, dan makna. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline