Lihat ke Halaman Asli

Bambang Trim

TERVERIFIKASI

Pendiri Penulis Pro Indonesia

Ketika Buku Tak Ber-ISBN

Diperbarui: 8 Mei 2022   15:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Foto: Christin Hume on Unsplash)

Seorang teman via WA bertanya kepada saya apakah saya akan hadir dalam acara "Temu Wicara ISBN 2018" yang diselenggarakan PNRI atau Perpustakaan Nasional RI (sering juga disebut Perpusnas) tanggal 5 Desember 2018 ini. 

Saya menjawab belum mengetahui undangan tersebut dan lagi pula pada hari tersebut, saya harus terbang ke Samarinda dalam rangka Sosialisasi UU No. 3/2017 tentang Sistem Perbukuan dan Uji Publik RPP tentang Pelaksanaan Sistem Perbukuan bersama anggota Komisi X DPR-RI dan tim dari Puskurbuk, Kemendikbud. 

Pada acara soal ISBN itu, PNRI ingin lebih memasyarakatkan penggunaan ISBN (International Standard Book Number) di kalangan penerbit. Sejumlah pembicara direncanakan hadir yaitu dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud (Puskurbuk), Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), dan Komite Buku Nasional (KBN). 

Tersebab saya tidak dapat hadir, artikel ini saya tuliskan sebagai buah pikiran terkait ISBN. Saya mengenal ISBN kali pertama sejak kuliah di Prodi D-3 Editing, Universitas Padjadjaran (1991). 

Waktu itu saya ingat membaca perihal ISBN, bahkan saya buat kliping, dari majalah grafika yang diterbitkan oleh Pusat Grafika Indonesia (Pusgrafin). Dari artikel itu saya tahu banyak tentang sejarah ISBN, maksud penggunaannya, serta arti 10 digit angka yang tertera pada ISBN. 

ISBN semacam sistem penomoran buku secara internasional, umur penciptaannya lebih tua daripada saya atau tepatnya tahun 1966. Ia lahir dari negeri dengan sejarah industri buku yang juga tua yaitu Inggris dan diciptakan oleh seorang pedagang buku bernama W.H. Smith. 

Awalnya disebut Standard Book Numbering, lalu sistem ini diadopsi oleh International Standardization Organization (ISO) menjadi ISBN seperti yang kita kenal sekarang. 

Kepentingan ISBN pada masa itu adalah karena ribuan, bahkan lebih buku telah terbit dan perlu diidentifikasi. Ada begitu banyak buku berjudul sama sehingga jika tidak teridentifikasi bakal terjadi kesalahan pengiriman buku. 

Perkembangan komputer juga memicu kebutuhan identifikasi buku secara komputerisasi sehingga memerlukan kode-kode angka untuk pengidentifikasian. Jadi, maksud awal penggunaan ISBN adalah untuk memudahkan distribusi buku secara internasional. 

Kesepuluh digit ISBN bukan sembarang angka. Angka-angka itu merepresentasikan negara asal buku (Indonesia memiliki nomor 979), penerbit di negara itu, dan jumlah buku yang diterbitkan (urutan keberapa). 

Menggunakan rumus penjumlahan tertentu, jumlah digit ISBN habis dibagi 11 sehingga pada akhir ISBN ada yang disebut digit pengontrol. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline