Lihat ke Halaman Asli

Bambang Trim

TERVERIFIKASI

Pendiri Penulis Pro Indonesia

Mau Nulis Artikel Malah Jadi Buku

Diperbarui: 30 Juli 2018   08:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto dan Desain: Fachmy Casofa

KALAU sudah membahas perihal buku ilmiah, saya memang geregetan. Banyak hal yang membingungkan meskipun sudah ada pedomannya dari Kemenristek Dikti. Dua lembaga di bawah kementerian tersebut sama-sama membuat pedoman tentang publikasi ilmiah (karya tulis ilmiah, KTI) yaitu LIPI dan Direktorat Pengelolaan Kekayaan Intelektual, Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan.

Dalam soal penulisan dan penerbitan buku, baik pedoman dari LIPI maupun dari Dikti tak lantas membuat terang. Pedoman LIPI dibuat berdasarkan Perka LIPI Nomor 4/E/2012--mungkin sudah ada pedoman lebih baru, saya belum memeriksanya. Adapun pedoman dari Dikti diterbitkan dalam bentuk buku berjudul Pedoman Publikasi Ilmiah pada 2017. 

Isi kedua pedoman itu setelah saya telusuri sejatinya sudah menerapkan konsensus/konvensi penulisan buku berdasarkan standar internasional. Namun, pada beberapa bagian masih terdapat kerancuan dan menimbulkan kebingungan dari sisi terminologi, anatomi buku, dan tata tulisnya. Adapun soal penulisan KTI nonbuku seperti artikel ilmiah, saya kira kedua pedoman itu sudah sangat detail dan jelas. 

Lalu, mengapa pedoman tentang penulisan buku ilmiah menjadi kurang jelas? Boleh jadi karena menyusunnya terburu-buru atau karena rujukan tentang penulisan-penerbitan buku di Indonesia memang minim sekali. 

Berpijak dari situ, awalnya saya ingin kembali menulis artikel yang mengurai kebingungan tentang penulisan-penerbitan buku ilmiah. Akan tetapi, ternyata banyak sekali poin-poin yang berseliweran di benak saya. Beberapanya seperti tentang HAKI dan plagiarisme pernah satu tulis di Kompasiana---itu masih sebagian kecil. Alhasil, dari hari Sabtu gagasan ini saya teruskan menjadi naskah buku.

Soal terminologi yang kurang jelas coba saya uraikan contohnya adalah tentang monografi; apakah termasuk buku atau bukan? Begitu pula tentang modul; apakah termasuk buku atau bukan? Ada juga pembahasan tentang penulisan-penyusunan bunga rampai, antara yang ideal dan yang terjadi selama ini. 

Hal lain yang termasuk bahasan favorit saya adalah perbedaan antara kata pengantar (foreword) dan prakata (preface); antara daftar pustaka (bibliography) dan daftar rujukan (reference), termasuk pelurusan terminologi 'buku referensi'. Semua bahasan saya sajikan dalam bentuk ringkas dengan tujuan memupus kebingungan.

Kebingungan ini salah satu yang saya tengarai sebagai biang terbitnya buku-buku yang melanggar pakem-pakem atau dalam bahasa penerbitan disebut melanggar gaya selingkung (house style) yang merupakan konsensus/konvensi internasional. Faktanya, banyak buku ilmiah yang sebenarnya tidak memenuhi syarat kelayakan terbit, tetapi dipaksakan tetap terbit. 

Kebingungan ini juga berimbas pada kemandekan menghasilkan publikasi dalam bentuk buku ilmiah populer di kalangan para akademisi atau peneliti. Jangankan bicara soal mutu, bicara soal produktivitas saja kita masih bermasalah. Banyak hasil penelitian yang teronggok menjadi laporan atau skripsi-tesis-disertasi tanpa mampu dibukukan.

Orang bingung akan sulit memulai dari mana dan bagaimana melakukan sesuatu, termasuk menulis buku yang merupakan kerja intelektual. Bahkan, ada yang tidak tahu mereka menulis buku jenis apa. Itu terjadi sepengalaman saya menjadi narasumber pada beberapa kegiatan seminar, pelatihan, dan workshop penulisan buku ilmiah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline