Lihat ke Halaman Asli

Bambang Trim

TERVERIFIKASI

Pendiri Penulis Pro Indonesia

Efek Dilan dan Literasi yang Tertolak

Diperbarui: 8 Februari 2018   06:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Ben White on Unsplash.com

Jumat, 2 Februari 2018

Beberapa hari ke belakang begitu berkecamuk di benak saya tentang anak muda Indonesia. Pertama, tentang tokoh fiktif rekaan Pidi Baiq bernama Dilan yang segera menjadi magnet sebangsa dan setanah air. Kedua, tentang merasa gagahnya seorang mahasiswa mengacungkan "kartu kuning" kepada Presiden Jokowi sebagai bentuk peringatan dan protes terhadap beberapa permasalahan bangsa yang menurutnya belum tuntas. Ketiga, tentu saja kabar menyesakkan dada tentang seorang guru SMA muda yang dipanggil Pak Budi harus tewas di tangan muridnya saat proses belajar mengajar.

Pertanyaan lazim orang yang sok tua dan sok tahu seperti saya, "Mau ke mana anak-anak muda kita kini?" atau "Ada apa dengan anak-anak muda kita kini?"

Kisah Dilan, mahasiswa bernama Zaadit, dan Pak Budi seperti menyambungkan sehelai benang merah dari sehelai kain hasil tenun kebangsaan. Romantis, heroik, sekaligus miris yang membuat benang merah itu mengandung warna delima dan darah. Warna itu dipercayai beberapanya terbentuk dari literasi.

Tulisan saya ini memang berfokus pada literasi sebagai sebuah karya dan peristiwa sebagai buah dari keliterasian. Kita dapat belajar dari satu rangkaian peristiwa terkait Dilan, Zaadit, atau Pak Guru Budi.

Dalam perjalanan menumpang kereta Argo Parahyangan Premium ke Bandung menjelang Maghrib, saya terus memikirkannya sembari terkantuk-kantuk---efek dari kelelahan memberikan pelatihan penulisan 3 hari berturut-turut sebelumnya. Tiba-tiba suara Dilan versi Iqbaal CJR---sepertinya tren nama generasi milenial itu huruf vokal 'a' dibuat ganda Iqbaal dan Zaadit---yang baru saya tonton dari official thriller-nya bergema:

Menulis (tentang ini) itu berat. Kamu nggak kan kuat. Biar aku saja.

Namun, saya paksakan tetap menulis keesokan harinya ....

Sabtu, 3 Februari

Siang itu saya mampir di sebuah jejaring toko buku besar. Dua novel karya Pidi Baiq yaitu Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1990 dan Milea: Suara dari Dilan terpajang langsung di deretan pertama. Posisi yang didapat kembali setelah filmnya ditayangkan dan mulai merambat menjadi film box office di Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline