Lihat ke Halaman Asli

Bambang Trim

TERVERIFIKASI

Pendiri Penulis Pro Indonesia

Literasi Semu dan Semur Literasi

Diperbarui: 7 Mei 2017   22:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: M. Iqbal Dawami

Resensi Buku Nyeleneh | Pseudo Literasi: Menyingkap Sisi Lain Dunia Literasi | M. Iqbal Dawami | Maghza Pustaka, April 2017 |  156 h.

Tahun 2006, rasanya (ya rasanya) saya sempat membuat geger jagat perbukuan Indonesia dengan menerbitkan buku The True Power of Water di bawah bendera MQS yang kala itu saya pimpin. Buku karya Masaru Emoto itu termasuk yang fenomenal mengungkap keajaiban air karena bentuk molekulnya dapat berubah merespons informasi baik atau buruk yang dipaparkan kepadanya (air itu). Perubahan itu mengandung energi penyembuhan yang disebut HADO--dengan cerdik kami ubah kepanjangannya menjadi Hikmah Air Dalam Olahjiwa. Bisa aja ....

Kalangan ilmuwan pun bereaksi menyatakan apa yang disampaikan Masaru Emoto itu adalah pseudo science alias sains yang semu dan cenderung menipu. Walau begitu, buku versi terjemahan itu laku keras sampai menyentuh angka 80.000 eksemplar sebelum MQS saya tinggalkan. Buku itu pun dibalas dengan buku berjudul The Untrue Power of Water. Patut dihargai karena memang lebih baik melawan buku dengan buku.

Tapi, tulisan ini bukan hendak membahas buku itu karena bakal panjang lebar pembahasannya, termasuk soal pro dan kontra. Biarlah hanya saya dan Allah saja yang tahu.

Saya teringat buku itu ketika membaca buku Pseudo Literasi yang ditulis, M. Iqbal Dawami, terbitan Maghza Pustaka 2017. Judulnya menarik hati saya karena ada anak judul Menyingkap Sisi Lain Dunia Literasi, untungnya bukan sisi gelap.

Buku ini sebentuk kumpulan esai yang dalam istilah saya menggunakan pola outline butiran. Ada 20 esai yang disajikan Iqbal terkait dunia literasi meskipun lebih banyak Iqbal menulis tentang pernak-pernik dunia buku--atau tepatnya karut-marut dunia literasi menurut pemberi kata pengantar Peng Khek Shun.

Saya coba mencerna judul dan isi buku ini. Apa yang dimaksud Iqbal soal kesemuan atau secara sarkastis disebut "tipuan literasi" ini? Rupanya Iqbal dalam bukunya menandai fenomena orang-orang yang bergelut dalam bidang literasi, tetapi perilaku sebenarnya tidak literat.

Contoh fenomena paling gampang saya pernah mengkritik bahwa banyak pemilik atau direktur penerbit buku yang sebenarnya tidak membaca atau tidak terlalu tertarik dengan buku. Perkara ini juga pernah mengemuka sewaktu Ikapi (Ikatan Penerbit Indonesia) dipimpin oleh Ajip Rosidi tahun 1970-an hingga 1980-an. Di tubuh Ikapi muncul Ikapi garis idealis dan garis bisnis.

Mereka yang tumbuh dari garis bisnis karena melihat peluang proyek Inpres (pengadaan buku bacaan SD dan SMP-SMA) yang menggiurkan. Jadi, omong kosong jargon mencerdaskan kehidupan bangsa benar-benar mereka laksanakan--begitu tulis Hawe Setiawan dalam buku 50 Tahun Ikapi Membangun Masyarakat Cerdas (2000).

Di dalam bukunya Iqbal juga menyentil para pegiat atau aktivis literasi yang mendirikan TBM dan sibuk menggembar-gemborkan pentingnya membaca, tetapi mereka sendiri tidak menunjukkan perilaku atau kebiasaan membaca. Senangnya memang gagah-gagahan sebagai pejuang literasi di jalan sunyi.

Hal yang nyata juga terjadi di ruang-ruang akademis kita. Banyak guru dan dosen yang tidak membaca, apalagi menulis. Namun, sebutan mereka adalah pendidik yang seharusnya menjadikan buku sebagai basis pengetahuan mereka. Ya itulah namanya juga pseudo--apakah guru dan dosen itu jadi-jadian, saya juga tidak mengerti.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline