Setelah Arab Saudi dan Korea Selatan, kini giliran Malaysia menjadi tamu kehormatan (guest of honour) di ajang Indonesia International Book Fair (IIBF) 2016. Event tahunan yang diselenggarakan Ikatan Penerbit Indonesia ini digelar di Assembly Hall Jakarta Convention Center pada tanggal 28 September-2 Oktober 2016. Tema yang diusung tahun ini adalah Art & Culture.
Ada hal menarik bahwa negeri jiran kita, Malaysia, menjadi tamu kehormatan. Selain tentunya Malaysia akan berpromosi tentang buku-buku karya sastrawan mereka, ajang ini menjadi kesempatan mengenalkan "kekuatan" perbukuan Malaysia kepada publik Indonesia. Bagi kita di sini tentu juga dapat membandingkan apakah kemajuan perbukuan Malaysia dari sisi konten dan konteks telah mampu menyaingi Indonesia.
Bukan lagi menjadi rahasia bahwa banyak buku hasil karya penulis dan penerbit Indonesia dibajak di Malaysia. Produktivitas dan kreativitas penulis dan penerbit buku di Indonesia tampaknya mencengangkan bagi Malaysia, terutama buku-buku agama Islam. Karena itu, Indonesia menjadi kiblat dalam penulisan dan pengemasan buku. Namun, tentu kelengahan kita menjadi keberuntungan bagi mereka untuk belajar banyak tentang Indonesia, terutama dari sisi Pemerintah Malaysia yang sangat peduli dalam soal pembangunan literasi dan perbukuan di negaranya.
Kita patut mengerling juga perbukuan atau keliterasian negara ini karena Malaysia berada pada peringkat ke-53 negara paling literat menurut kajian Central Connecticut State University (CCSU)--Indonesia sendiri berada pada urutan ke-60 dari 61 negara. Dalam peringkat pendidikan yang dikeluarkan PISA, Malaysia juga berada jauh di atas Indonesia.
Dua negara lain di luar Malaysia yaitu Singapura dan Thailand memang berambisi menjadi yang terdepan dalam soal literasi di ASEAN. Walaupun demikian, sejarah telah mencatat bahwa pada tahun 2015, Indonesia-lah negara ASEAN pertama yang mendapat kehormatan menjadi guest of honourpada perhelatan buku terbesar di dunia yaitu Frankurt Book Fair 2015. Semestinya momentum tersebut mampu melejitkan potensi daya literasi bangsa Indonesia, terutama dalam hal membaca dan menulis untuk tahun-tahun ke depan. Semestinya, kita mampu lebih unggul daripada Malaysia.
Seriusnya Perbukuan Malaysia
Akan tetapi, Indonesia memang patut iri kepada Malaysia karena kehadiran negara terasa sekali dalam pembangunan perbukuan mereka. Selain memiliki badan perbukuan bernama Majlis Buku Kebangsaan Malaysia (MBKM) yang berdiri tahun 1968, Malaysia juga memiliki badan independen lainnya bernama Institut Terjemahan Buku Malaysia (ITBM) dan Kota Buku.
ITBM didirikan demi memberi akses penerjemahan karya-karya penulis Malaysia ke dalam bahasa lain, begitu pula sebaliknya menerjemahkan karya-karya berkualitas dari berbagai negara ke dalam bahasa Malaysia. Pihak Kerajaan Malaysia menggelontorkan RM5 juta kepada ITBM sejak tahun 2002 (setara dengan Rp16 M) yang disalurkan secara bertahap selama dua tahun untuk membantu penerbitan buku, terutama karya penulis muda dalam semua genre. Jumlah yang tidak sedikit untuk sebuah dukungan terhadap literasi serta penerbitan.
Berbeda halnya dengan Kota Buku yang didirikan untuk tujuan persiapan Malaysia mengadopsi teknologi digital di dalam dunia perbukuan demi menyiapkan buku masa depan untuk Generasi Z. Program yang baru saja mereka luncurkan adalah layanan unduh gratis buku digital di Kuala Lumpur International Airport (KLIA). Pengunjung KLIA yang membawa gawai dapat mengunduh berbagai buku digital secara gratis.
Jadi, negara tetangga kita ini memiliki tiga badan independen di bawah pemerintahnya yang mengurusi masalah keliterasian dan perbukuan, di luar asosiasi penerbit. Selain itu, penyelenggaran Kuala Lumpur International Book Fair (KLIBF) dilakukan dengan sangat profesional. KLIBF diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan Malaysia yang menunjuk MBKM sebagai penanggung jawab. Tahun 2015, KLIBF telah mencapai penyelenggaraan yang ke-34.
Keberhasilan lain dalam soal literasi adalah bagaimana negara ini mampu menciptakan "karakter" untuk dunia anak yang kemudian mendunia. Sebut saja seperti Upin dan Ipin serta BoBoiBoy. Karakter ini kemudian muncul dalam berbagai bentuk media selain buku, bahkan penerbit Indonesia termasuk yang mengakuisisi hak cipta penerjemahannya ke dalam bahasa Indonesia.