Lihat ke Halaman Asli

Bambang Trim

TERVERIFIKASI

Pendiri Penulis Pro Indonesia

8 Model Writerpreneur dalam Cashflow Quadrant

Diperbarui: 26 Juli 2022   08:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Konsep Cashflow Quadrant dari Robert Kiyosaki masih relevan digunakan untuk mengenali berbagai model usaha writerpreneur (Pexels)

Masih ingat konsep Cashflow Quadrant dari Robert Kiyosaki? Konsep ini relevan juga digunakan untuk mengenali berbagai model usaha writerpreneur, terutama dalam tiga kuadran terakhir, yaitu self employee, business owner, dan investor.

Tidak dimungkiri bahwa di dalam bisnis ada tulisan dan di dalam setiap tulisan ada bisnis. Dalam praktiknya kemudian dikenal jenis tulisan fiksi, nonfiksi, dan faksi.

Selanjutnya, dikenal pula ranah tulisan mulai tulisan jurnalistik, tulisan bisnis atau kehumasan, tulisan akademik, tulisan hiburan, dan buku. Alih-alih sebagai sebuah profesi yang sunyi (ketika seorang penulis menghasilkan karya-karya mandiri), kemudian penulis juga menjadi profesi yang dapat dikembangkan sebagai jasa untuk perseorangan, penerbit, perusahaan nonpenerbit, dan pemerintah.

Akhirnya, penulisan-penerbitan menjadi bisnis yang meriah dan melebar ke mana-mana. Itulah kemudian memunculkan istilah writerpreneur—seorang penulis yang bermental pengusaha sehingga tidak lagi menunggu sebuah penerbit menerima karyanya. Writerpreneur bergerak aktif menjual jasa kemampuannya menulis dan menerbitkan.

Writerpreneur yang masuk dalam kuadran self employee yaitu writerpreneur yang bekerja secara solo untuk menangani berbagai proyek penulisan. Mereka adalah seperti berikut ini.

Ghost Writer, profesi penulis yang sering disebut dan dipadankan dengan kata penulis bayangan. Istilah ini memang mengacu pada pola kerja samanya yang seperti ‘hantu’. Seseorang atau sebuah penerbit/perusahaan merekrut seorang ghost writer demi membantu mewujudkan sebuah ide menjadi buku.

Ghost writer memang menjual jasa kemampuannya mengeksplorasi ide, lalu menuliskannya yang bagi seseorang tanpa pengalaman penulisan sulit sekali. Karena itu, banyak tokoh penting yang merekrut ghost writer. Bayaran mereka boleh dibilang tidaklah kecil karena bisa seharga mobil atau paling tidak seharga motor Kawasaki Ninja. Ghost writer dapat dibayar per halaman ataupun per proyek, bahkan ada juga yang menetapkan bayaran per kata dari naskah yang ditulisnya. Nama seorang ghost writer layaknya ‘hantu’ tidak akan disebut-sebut di dalam sebuah karya. Tentu dengan pola seperti ini seorang ghost writer lebih banyak bekerja sendiri.

Co-Writer merupakan profesi penulisan yang lebih sinergis dibandingkan ghost writer karena nama penulis akan dicantumkan di dalam karya setelah nama pemilik gagasan (author). Co-writer direkrut karena keahliannya menata tulisan sangat diperlukan, sedangkan sang pemilik gagasan tidak memiliki kemampuan atau waktu untuk menuliskannya.

Contoh kolaborasi penulisan yang panjang seperti ini adalah antara Jack Canfield dan Mark Victor Hansen dalam serial Chicken Soup. Co-writer biasanya mendapatkan imbalan berupa pembagian persentase royalti dari penulis utama.

Literary agent atau agen sastra, profesi yang jarang dilakoni orang-orang di Indonesia ini. Analogi kerjanya seperti manajer artis yang mengelola beberapa orang artis untuk ditawarkan dalam dunia entertainment. Literary agent mengelola atau mengageni beberapa penulis, membina mereka untuk menulis buku yang marketable, lalu menawarkannya ke berbagai penerbit mayor. Literary agent akan mendapatkan fee, biasanya dari persentase royalti yang diterima penulis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline