Sekelebat Cerpen | Dibicarakan
"Pak Dul, mari ikut saya?"
"Ke mana Mbah?"
"Ke rumah Mbah Romli, tutup saja dulu warungnya, nanti saya ganti rugi"
"Iya Mbah."
Mbah Soleh melaju dengan kencang mengendarai mobil mewah Land Rover Range Rover keluaran 2024 menuju Bukit Pegat dengan ditemani Pak Dul, pemilik warung kopi gang kuburan.
Di dalam mobil, selain membicarakan tentang Mbah Romli, Mas Bambang juga sempat dibicarakan.
"Pak Dul tolong bukakan lacinya ya?"
"Iya Mbah sudah"
"Silahkan ambil lima lembar yang berwarna merah"
"Iya Mbah sudah"
"Itu buat Pak Dul sebagai ganti rugi tutup warung tadi"
"Wah kok banyak sekali ganti ruginya Mbah"
"Hehehe...tidak apa-apa, terima saja Pak Dul"
"Iya Mbah, terima kasih banyak Mbah"
Menerima ganti rugi lima ratus ribu, hati Pak Dul senang sekali.
"Nanti kalau misalnya molor jadi dua hari, silahkan ambil lima lembar lagi, Pak Dul"
Mendengar Mbah Soleh berkata demikian, sebagai pedagang, Pak Dul makin senang hatinya dan berdoa semoga kepergiannya ini bisa molor sampai dua hari atau bahkan kalau bisa semoga lebih dari dua hari.
"Hahahaha...hehehehe..." Mbah Soleh akhirnya tertawa agak sedikit terbahak-bahak.
"Ada apa Mbah kok tertawa?" Pak Dul bertanya kepada Mbah Soleh sekaligus ingin memastikan apakah betul tertawanya Mbah Soleh karena telah mendengar doanya agar kepergiannya bisa molor sampai dua hari atau lebih.
"Mbah tertawa karena hatimu lucu kalau berdoa, Pak Dul...hehehe"
"Lucu bagaimana Mbah?"
"Ada hitung-hitungan ganti rugi dikalikan sekian hari...hehehe"
"Hehehehe..." Pak Dul dengan terpaksa ikutan tertawa untuk menutupi rasa malunya karena telah ketahuan isi doa di dalam hatinya yang sangat dipengaruhi oleh motif hitung-hitungan dagang.
"Biar perjalanan malam hari ini kita tidak ngantuk, mari kita ngobrol yang lainnya, Pak Dul"
"Iya Mbah"
Mumpung Mbah Soleh sudah membukakan kesempatan untuk ngobrol tentang lainnya, Pak Dul langsung memanfaatkannya dengan mengajukan satu pertanyaan.
"Permisi Mbah Soleh, mohon maaf bertanya Mbah....ada apa Mbah, kok kesannya mendadak sekali perginya ke rumah Mbah Romli ini?"
"Ada suara panggilan hati dari kemarin tak berhenti-berhenti, Pak Dul"
"Panggilan dari siapa Mbah?"
"Dari Mbah Romli, Pak Dul"
Pak Dul mendengarkan jawaban dari Mbah Soleh dengan hati penuh keheranan. Heran karena tanpa hape kok ternyata dengan hati bisa menerima panggilan.
"Hehehehe...." Mbah Soleh tersenyum menanggapi hatinya Pak Dul yang diliputi rasa heran.
Kali ini Pak Dul tidak bertanya kenapa Mbah Soleh tersenyum.
"Mbah, saya mau bertanya lagi boleh ya Mbah?"
"Silakan Pak Dul"
"Kabar Mas Bambang bagaimana ya mbah, kok sejak menikah belum pernah ke warung "kita" lagi ya mbah?"
"Mungkin dia lagi sibuk sekali, Pak Dul"
Hampir separuh perjalanan, Mas Bambang dibicarakan oleh Pak Dul dan Mbah Soleh.
Pertama tentang undangan pernikahannya yang alhamdulillah bisa dihadiri oleh Mbah Soleh, Pak Dul, dan Mbah Romli. Waktu itu Mbah Soleh menjemput Mbah Romli dulu ke Bukit Pegat lalu mampir ke warungnya Pak Dul untuk memberikan tumpangan kendaraan, dari pada kalau Pak Dul pergi naik bus ke Pasuruan sendirian.
Kedua tentang bocoran rahasia dari Mbah Soleh tentang masih adanya wanita lain yang ingin bersanding dengan Mas Bambang dan rela meskipun sebagai istri kedua Mas Bambang.
Ketiga tentang ajakan doa dari Mbah Soleh kepada Pak Dul untuk berdoa bersama mendoakan Mas Bambang dan keluarganya agar bisa langgeng dan berbahagia.
(dibicarakan, 2024)
Sekelebat cerpen ini dirangkai dengan cara singkat dan sangat sederhana untuk menceritakan tentang Dibicarakan. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H