Lihat ke Halaman Asli

Bambang Syairudin

(Belajar Mendengarkan Pembacaan Puisi) yang Dibacakan tanpa Kudu Berapi-Api tanpa Kudu Memeras Hati

Sekelebat Cerpen: Mentauhidkan Cinta

Diperbarui: 7 Juni 2024   07:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekelebat Cerpen | Mentauhidkan Cinta

Membaca tulisan Mas Bambang yang berbunyi "Mentauhidkan cinta, melaksanakan cinta semata-mata karena Allah", dalam hati Rohimah timbul keinginan untuk bertanya kepada Mas Bambang yang kini sudah menjadi suaminya yang sah dan sedang bersanding bersama dirinya di ruang santai keluarga. Sebagai seorang Sarjana Agama lulusan perguruan tinggi terkenal di Surabaya, tentu Rohimah sudah sangat paham tentang arti dari kalimat tersebut. Tinggal pelaksanaannya saja yang belum dilakukan dalam kehidupan rumahtangganya yang baru ini, dimana Mas Bambang sebagai kepala rumahtangganya. Oleh karena itu menurut Rohimah, ia perlu menanyakan kepada Mas Bambang tentang cara "Mentauhidkan Cinta".

"Bagaimana ya mas caranya mentauhidkan cinta untuk kehidupan rumahtangga kita?....Barangkali ada sedikit gambaran biar saya bisa menerapkannya."

"Iya dik, itu yang sekarang ingin saya coba sampaikan ke dik Rohimah", kata Mas Bambang dengan hati sangat bersyukur karena ternyata Rohimah sudah memiliki niat hati yang baik untuk menerapkannya.

"Baik, Mas Bambang, akan saya dengarkan dengan cermat."

"Hehehe...begini dik, tapi nanti kalau kurang bisa dipahami, atau kurang setuju terhadap penyampaian ini, jangan segan-segan untuk diutarakan dan jangan disimpan di dalam hati ya dik?"

"Iya, mas"

"Cara mentauhidkan cinta ini tentu berdasar latar belakang pendidikan dan pengalaman saya di bidang keilmuan teknik, dik, dimana segala sesuatu persoalan di dalam pemecahannya harus didekati secara detil atau rinci. Karena apabila suatu persoalan hanya dipecahkan secara umum tanpa detil akan memiliki peluang munculnya persoalan pada tingkat detilnya tersebut.
Sampai di sini, kira-kira bisa dipahami apa tidak ya dik?"

"Alhamdulillah bisa saya pahami, mas."

"Nah, analogi dengan persoalan keteknikan dalam bidang keilmuan saya tersebut, maka yang namanya kehidupan rumahtangga, saya yakin ada persoalan-persoalan yang bersifat sudah umum di dalam kejadiannya. Misal persoalan ekonomi rumahtangga, persoalan kebersihan dan kesehatan rumahtangga, persoalan keharmonisan hubungan antara suami dan istri, persoalan pendidikan akhlak anak, dan lain-lain. Betul nggak, dik?"

"Iya betul, mas."

"Sekarang biar lebih mudah dan nyata dalam penerapan mentauhidkan cinta tersebut, kita akan mengambil contoh langsung dari kegiatan sehari-hari kita sebagai pasangan suami-istri yang menempati rumah sebesar ini atas kebaikan orangtua kita. Kira-kira setuju nggak dik, kalau ini yang kita jadikan contoh untuk menerapkan cara mentauhidkan cinta?....hehehe." Mas Bambang menyelingi pertanyaannya dengan tersenyum agar Rohimah tak terlalu tegang dan formal dalam mendengarkan uraian Mas Bambang.

"Setuju, mas....hihihi," Rohimah setuju dengan ditandai balasan senyum manis Rohimah, yang menunjukkan telah mencairnya suasana tegang.

"Kalau sudah setuju, mari kita masuk ke level detil. Kita ambil satu contoh saja dari sekian banyak item detil yang ada atau rincian masalah yang terjadi di rumahtangga kita, misal lantai rumah yang kotor." Mas Bambang diam sejenak, lalu tiba-tiba minta izin untuk menciumi Rohimah. Rohimah dengan rela dan pasrah mengizinkan Mas Bambang untuk menciumi dirinya, terserah pada bagian yang mana yang akan diciumi Mas Bambang. Akhirnya ketegangan Rohimah dalam mencerna penjelasan Mas Bambang  yang terkait dengan cara mentauhidkan cinta tersebut, perlahan mengendur  menjadi rileks dan mesra.

"Monggo Mas Bambang, dilanjutkan lagi penjelasannya," Rohimah meminta kepada Mas Bambang untuk melanjutkan penjelasannya tentang cara mentauhidkan cinta. Mas Bambang sangat puas atas pemberian balasan kasih sayang dari Rohimah tadi dan kembali bersemangat untuk melanjutkan penjelasannya tentang cara mentauhidkan cinta.

"Ok kita lanjutkan. Lantai rumah yang kotor tadi penyelesainnya jika ada yang mau dan mampu membersihkan. Anggaplah kita mampu membersihkan, tinggal masalahnya siapa yang mau membersihkan, apakah saya atau dik Rohimah yang mau membersihkan?"

"Saya mau membersihkan, mas" Jawab Rohimah spontan.

"Bagus. Itu berarti persoalan tersebut sudah selesai terpecahkan. Tapi, apakah akan selalu demikian, seandainya ada kegiatan-kegiatan lain yang kita anggap lebih penting daripada membersihkan lantai rumah, atau seandainya kita sedang tidak enak badan, atau karena adanya alasan-alasan lainnya sehingga mengganggu kemauan kita untuk secara ikhlas membersihkan lantai rumah?"

"Iya, betul juga ya, mas...bisa jadi jawaban saya menjadi tidak mau  atau kalau saya laksanakan, saya laksanakannya dengan tidak ikhlas atau terpaksa" Rohimah membenarkan Mas Bambang tentang kemungkinan munculnya rasa tidak ikhlas tersebut. Pembenaran ini tentu didasarkan pada pengalaman Rohimah ketika dulu pernah disuruh menyapu halaman rumahnya oleh ibunya dan dilaksanakannya secara terpaksa atau tidak ikhlas karena alasan-alasan tertentu.

"Nah, berarti sekarang kita sudah mendapatkan salah satu kunci pembuka cara untuk mentauhidkan cinta, yaitu ikhlas karena Allah."

Perbincangan di ruang santai keluarga tersebut kemudian diakhiri dengan mengucapkan puji syukur alhamdulillah serta berdoa bersama agar diberikan kemauan dan kemampuan untuk mentauhidkan cinta.

(mentauhidkan cinta, 2024)

Sekelebat cerpen ini dirangkai dengan cara singkat dan sangat sederhana untuk menceritakan tentang Mentauhidkan Cinta. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline