"Mas Bambang, kapan ya akan mengajak Indah ke kampung halaman Mas Bambang?"
Pertanyaan tersebut pernah disampaikan Indah dan jawaban saya waktu itu, "Kapan-kapan Indah pasti akan saya ajak.".
Indah mengangguk mengiyakan tanda mempercayai janji saya.
Pertanyaan tersebut wajar disampaikan Indah sebagai rasa ingin tahu tentang kampung halaman saya, sebagaimana rasa ingin tahu saya tentang kampung halaman Indah. Bedanya, saya sudah tiga kali datang ke kampung halaman Indah sementara Indah belum pernah sama sekali datang ke kampung halaman saya. Rasanya tidak adil apabila saya tidak mengajak Indah ke kampung halaman saya.
Kebetulan ada hari libur nasional dan cuti bersama, saya laksanakan janji saya mengajak Indah.
Di atas kendaraan umum, Indah dan saya duduk di deretan kursi belakang sopir. Pemandangan di depan dapat dengan jelas terlihat sehingga kami bisa menikmati perjalanan dengan puas. Bus Malam dari Bandung melaju cepat melewati jalur pantura setelah melewati Sumedang dan Cirebon. Indah nampak antusias sekali menikmati perjalanan malam hari. Di saat penumpang lain sudah pulas tertidur, Indah masih asyik mengamati pemandangan alam yang dilewati. Saya sengaja membiarkan Indah menikmati kebahagiaannya dalam perjalanan menuju Pasuruan. Cuma saya sedikit khawatir kalau Indah tidak tidur, nanti siangnya Indah bisa ngantuk dan capek karena kurang istirahat.
Selanjutnya saya tidak ingat lagi karena saya pun tertidur pulas bersama penumpang lainnya. Kecuali Indah barangkali.
Sesuai pesan saya, kondektur membangunkan/mengingatkan saya begitu sudah sampai di Pertigaan Pasar Ngopak, Pasuruan.
Indah dan saya turun dari Bus kemudian dilanjutkan dengan naik becak ke arah rumah saya yang berdekatan dengan komplek Pabrik Gula Kedawung. Dan ternyata betul dugaan saya, Indah kurang tidur, nampak capek dan ngantuk sekali.
Ibu saya tidak kaget dengan kedatangan saya bersama Indah, karena sudah saya beritahu melalui WA. Tapi ada satu yang sangat mengagetkan Ibu saya yaitu ketika melihat Indah, Ibu dengan spontan setengah berteriak mengatakan, "Mbang, pacarmu cantik sekali!". Mendengar itu, Indah nampak seperti tersipu malu dan kayaknya rasa capek dan ngantuk Indah jadi hilang. Terbukti Indah menjadi bersemangat saat sungkem mencium tangan Ibu saya. Kemudian Ibu saya memeluk Indah, juga mencium pipi kiri dan pipi kanan, serta kening Indah. Rambut panjang Indah dibelai oleh Ibu dan berkali-kali Ibu memeluknya. Indah sangat senang diperlakukan Ibu seperti itu karena Indah tahu bahwa itu tanda setuju dari hati seorang Ibu atas kehadiran Indah sebagai pacar anaknya.
"Mbang, nanti Dik Indah biar nginapnya di rumah Mbak Della. Jangan jadi satu di sini."
"Iya, Bu."
Mbak Della, kakak perempuan saya yang nomor satu atau sulung. Sedangkan saya anak bungsu, anak terakhir nomor lima dari lima bersaudara.
Saya tahu maksud Ibu menyuruh saya agar Indah menginap di tempat Mbak Della yaitu agar tidak ada suara-suara yang tidak enak dari para tetangga, karena saya dan Indah bukan suami istri. Indah juga sudah memaklumi dan setuju untuk menginap di rumah Mbak Della. Intinya bagi Indah tidak ada masalah karena Indah sangat menghormati adat istiadat yang berlaku di sini.
Selama dua hari berlibur di Pasuruan, Indah sudah saya ajak ke beberapa obyek wisata di Pasuruan ini, diantaranya adalah obyek wisata pemandian alam Banyu Biru serta sumber mata air Umbulan. Dua tempat ini sangat spesial bagi saya karena tempat bermain saya di waktu kecil. Indah sangat senang di ajak ke tempat ini.
Terakhir sebelum pulang ke Bandung, rencana saya, Indah akan saya ajak bersilaturahmi ke sahabat karib saya. Namanya Zamroni, saya biasa memanggilnya Zam. Teman satu SMA dan sama-sama kuliah di Bandung. Dia mengambil bidang ilmu Senirupa Desain, sedangkan saya mengambil bidang ilmu Teknik Industri. Setelah lulus, dia ditarik orang tuanya untuk meneruskan usaha kerajinan mebel ayahnya di Sentra Kampung Mebel di Desa Bukir Pasuruan. Selain ditarik untuk meneruskan usaha ayahnya, Zamroni juga dinikahkah atau dijodohkan dengan anak perempuan dari sahabat ayahnya yang juga pengusaha Mebel. Saya dengar usahanya bertambah maju di tangan Zamroni dan istrinya. Kehidupan rumah tangganya juga harmonis. Dan dengan berkunjung ke rumah Zamroni, maka saya bisa melihat langsung keadaan keluarganya dan bisnis mebelnya.
Dengan meminjam sepeda motor milik Mbak Della, saya mengajak Indah bersilaturahmi ke sahabat karib saya di Desa Bukir Pasuruan. Sebelumnya Zamroni sudah saya kontak via hape dan menjawab siap menunggu kedatangan saya dan Indah.
(mengajak indah, 2024)
Sekelebat cerpen ini dirangkai dengan cara singkat dan sangat sederhana untuk menceritakan tentang Mengajak Indah. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H