Lihat ke Halaman Asli

Bambang Syairudin

(Belajar Mendengarkan Pembacaan Puisi) yang Dibacakan tanpa Kudu Berapi-Api tanpa Kudu Memeras Hati

Sekelebat Cerpen: Persahabatan Indah

Diperbarui: 28 Februari 2024   06:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Ilustrasi merupakan dokumen pribadi 

Sekelebat Cerpen | Persahabatan Indah

Berkat bantuan dari teman-teman sekantor Indah, Indah bisa diterima kerja lagi. Semua temannya yang sudah mendengar kisah tragis yang dialami Indah pada berempati membantu Indah. Demikian pula dari pihak Perusahaan turut berempati. Kinerja Indah ketika dulu bekerja juga diakui termasuk yang terbaik. Jadi tidak ada masalah.

Tempat kosnya Indah masih tempat yang sama. Kebetulan masih kosong belum ada pengganti yang menempati. Kepindahan Indah kembali ke Bandung sangat lancar. Tinggal suasana hati Indah apakah juga sudah kembali normal? Itu yang saya belum tahu. Tapi kemungkinan masih sedih terutama karena Ibundanya kini sudah tiada. Dengan kembalinya Indah ke Bandung berarti rumah yang di Pekalongan, tepatnya yang di Pekajangan dibiarkan kosong. Sebenarnya supaya rumahnya yang di Pekalongan tidak kosong, kalau Indah mau bisa mencari pekerjaan di Pekalongan. Menurut ceritanya Indah, sebenarnya sudah ada perusahaan di Pekalongan yang siap menerima Indah sebagai karyawannya. Tapi Indah lebih memutuskan untuk kembali bekerja di Bandung.

"Ayo mas jalan-jalan sore sambil cari bakso?"

"Ok !"

Kali ini Indah yang datang ke kosan saya. Sudah berdandan rapi, meskipun masih ada aura mendung di wajah Indah. Saya pun juga sudah mandi sore dan rapi. Kekosongan hati saya mulai terisi lagi dengan adanya Indah di sini dan persahabatan indah mulai terjalin lagi. Saya semakin berempati ingin melindungi Indah agar hatinya tidak rapuh dan bisa kembali ceria lagi.

"Alhamdulillah sudah sampai di kios bakso langganan, In."

"Alhamdulillah Mas."

Saya segera mencari tempat duduk yang biasanya saya dan Indah tempati.

Tempat duduk lesehan dengan  meja kecil berukuran 60 cm x 60 cm. Terdapat dudukan  dari bantal tebal yang dibungkus kain oscar warna biru dongker. Bakso sudah dipesan tinggal menunggu diantarkan ke meja.

Indah tidak duduk di samping saya, tapi duduk berhadap-hadapan dipisahkan oleh  meja kecil ditengahnya. Lalu tiba-tiba Indah ngomong begini, " Indah ingin nyium tangan Mas Bambang...boleh ya Mas?"

Mendengar permintaan Indah seperti itu saya tidak berani menolak, takut Indah tersinggung. Mengingat kesedihan hatinya masih belum pulih benar kemungkinan besar akan gampang tersinggung.

Terlihat dari wajahnya yang diceria-ceriakan. Saya yakin Indah masih ingat terus atas dua cobaan hidup yang dialaminya. Cobaan hidup yang pertama, Indah ditinggal pergi Ibunda tercintanya untuk selama-lamanya. Cobaan hidup yang kedua,  kehancuran bahtera rumah tangganya.

Sambil sedikit bergurau saya bilang, " Tangan yang kiri atau tangan yang kanan....Awas baunya beda loh, In... kalau yang kiri."

Indah lalu tertawa tanda mengerti tentang arti bau tadi.

Dalam hati saya mengucapkan syukur Alhamdulillah karena sudah membuat Indah tertawa ceria.

"Dua-duanya, Mas." Lantas saya kasihkan kedua tangan saya di hadapan Indah. Lalu kedua tangan saya diciumi Indah berkali-kali, tak berhenti-berhenti. Baru berhenti ketika pesanan dua mangkok bakso akan ditaruh oleh penjualnya ke atas meja.

Setelah beres makan bakso tentu juga dengan minumnya (seperti biasanya jeruk anget dua), lalu Indah bilang ke saya begini,"Mas Bambang apa nggak ingin nyium tangannya Indah, Mas?" sambil dia sodorkan kedua tangannya ke hadapan saya dengan mimik wajah yang menunjukkan akan tersinggung apabila saya menolak.

Sementara dalam batin saya berkata kalau saya cium tangan Indah berarti saya sudah mulai berkompromi dengan dosa. Sedangkan apabila saya tolak, saya yakin Indah akan tersinggung. Lebih-lebih lagi kalau misalnya Indah punya anggapan bahwa mencium tangan itu tidak dosa, maka akan semakin tersinggung dia. Keputusan ini harus dengan cepat saya lakukan karena kalau lama memutuskannya akan ditafsirkan Indah bahwa saya ragu-ragu atau saya tidak ikhlas. Sekali lagi keputusannya harus dengan cepat saya lakukan. Manakah yang harus saya pilih, mencium tangannya Indah atau menolak mencium tangannya Indah?

(persahabatan indah, 2024)

Sekelebat cerpen ini dirangkai dengan cara singkat dan sangat sederhana untuk menceritakan tentang Persahabatan Indah. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline