Lihat ke Halaman Asli

Bambang Syairudin

(ada di garis) takdirnya masing-masing

Sekelebat Cerpen: Kemesraan Hati

Diperbarui: 22 Februari 2024   10:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Ilustrasi merupakan dokumen pribadi 

Sekelebat Cerpen | Kemesraan Hati

"In, saya sudah di depan kosmu," isi pesan WA saya  ke Indah, dan tak pakai lama, langsung ada balasan, "Mas Bambang nggak masuk dulu?"

"Nggak In, saya tunggu di motor saja."

"Tapi lama loh, mas...soalnya aku mandi dulu."

"Ok, gak apa-apa In...santai saja," hape saya tutup dan saya masukkan ke saku jaketku.

Setiap kali kami pergi bersama hampir selalu ada hal yang didiskusikan. Baik yang bersifat spontan maupun yang telah direncanakan. Tema diskusi yang sering kami bahas berkali-kali dan berkesinambungan umumnya yang berkaitan dengan pengembangan diri melalui keterbukaan pikiran dan hati.  Kali ini saya yang merencanakan acara pertemuan sore hari ini sepulang kerja dan Indah sudah setuju.

Setelah agak lama saya menunggu di motor, Indah keluar dari rumah kos dengan senyuman terindah yang dengan tulus diperuntukkan ke saya. Saya sambut senyuman Indah dengan senyuman pula yakni senyum paling bahagia dari hati saya.

"Ke mana kita, Mas?," tanya Indah.

"Alun-alun Bandung, In...biar gampang cari tempat untuk sholat kalau waktunya sholat tiba."

"Iya, Mas."

Mungkin orang lain mengira saya dan Indah berpacaran dengan gaya pacaran seperti yang pada umumnya dipersepsikan sebagai pacaran yaitu pacaran yang diwarnai kemesraan fisik. Saya dan Indah tidak demikian. Kemesraan antara saya dan Indah lebih mengarah ke bentuk kemesraan hati bukan kemesraan fisik. Bukan kemesraan yang tumbuh dari persentuhan birahi tubuh, tetapi kemesraan hati. Kemesraan hati, kemesraan yang bersemi karena ketulusan hati, ucapan dari hati ke hati, dan perbuatan yang saling menjunjung tinggi nilai kesusilaan masing-masing diri pribadi.

Sesampainya di Alun-alun, kami tidak langsung mencari tempat duduk, tapi melihat-lihat cinderamata dan kuliner khas Kota Bandung yang dijual para pedagang kaki lima. Kemudian kami berjalan-jalan menjauhi Alun-alun sampai ke jalan Dewi Sartika lalu kembali lagi ke Alun-alun. Kami sempatkan pula untuk mampir makan dulu dan membeli minuman dan makanan ringan buat camilan nanti ketika diskusi.

(kemesraan hati, 2024)

Sekelebat cerpen ini dirangkai dengan cara singkat dan sangat sederhana untuk menceritakan tentang Kemesraan Hati. Semoga bermanfaat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline