Lihat ke Halaman Asli

Bambang Syairudin

Bams sedang berikhtiar untuk menayangkan SATU per SATU PUISI dari SEMBILAN rincian PUISI tentang SEDIKIT BANYAK. Semoga bermanfaat. 🙏🙏

Sekelebat Cerpen: Tidak (1)

Diperbarui: 3 Februari 2024   16:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Ilustrasi merupakan dokumen pribadi 

Sekelebat Cerpen | Tidak (1)

Pak La dan Pak Na’am tinggal di kampung yang sama yaitu Kampung Puisi. Anehnya walau nama kampungnya itu kampung puisi, tak ada satu pun warganya yang pemuisi. Jadi tak heran apabila tak ada satu pun puisi yang lahir di kampung ini. Bahkan selama ini pabila ada acara di hari-hari besar, misal di acara Tujuhbelasan Agustus pun juga tak pernah ada yang membaca puisi di panggung pertunjukan. Sampai sekarang belum ketemu apa penyebabnya, apakah hanya kebetulan saja, ataukah ada semacam pantangan yang tak boleh dilanggar.

“Saya pun tidak berani mengajukan diri naik panggung untuk membaca puisi, “ kata seorang warga yang menyebut dirinya dengan “saya”.

“ Kalau mencipta puisi secara sembunyi-sembunyi di kampung ini, bagaimana Bro?,” kata temannya.

“ Saya pernah mencoba, tapi tiba-tiba blank ide dan mood saya.”

“ O ya sudah...mending ngerjakan yang lainnya saja kalau begitu Bro.”

“ Iya.” Jawab saya.

Kembali lagi ke Pak La dan Pak Na’am. Beliau berdua ditokohkan di kampung puisi ini. Ditokohkan dan menjadi tempat penanyaan bagi warga yang bingung untuk memutuskan sesuatu. Pak La tinggalnya di kampung sebelah utara, sedangkan Pak Na’am tinggalnya di kampung sebelah selatan. Usia keduanya sudah kepala lima dan kebetulan sama-sama hidup membujang. Kalau ditanya apakah Pak La kenal dengan Pak Na’am atau Pak Na’am kenal dengan Pak La? Jawabannya selalu konsisten: “tidak kenal”. Rasanya tak masuk akal dan aneh sekali untuk dua warga asli kampung yang sudah limapuluhan tahun tinggal di kampung dan sama-sama tidak saling kenal. Apalagi untuk sebuah kampung yang sangat kecil, sungguh benar-benar mengherankan. Padahal keduanya ditokohkan dan sangat tenar, sangat dikenal tak hanya bagi warga kampung puisi ini, tapi dikenal luas oleh warga kampung-kampung lainnya.

“ Kalau keanehan demi keanehan ini menjadi masalah, maka selidikilah”, kata saya (kata seorang warga yang menyebut dirinya dengan “saya”). Dan sampai sekarang belum ada satu pun pihak yang berani menyelidinya, bahkan ketika keanehan-keanehan itu sebenarnya sudah menjadi masalah atas rasa keingintahuan yang menggoda keingintahuan orang-orang tertentu.

Demikian juga tentang Pak La dan Pak Na’am. Apakah Pak La ingin tahu dan ingin kenal dengan Pak Na’am? Dan sebaliknya, apakah Pak Na’am ingin tahu dan ingin kenal Pak La?.

Kemungkinan jawabannya adalah sama-sama: TIDAK.

Mengapa jawabannya TIDAK?

“ Kalau penasaran, maka selidikilah”, lagi-lagi kata saya (yaitu kata seorang warga yang menyebut dirinya dengan “saya”).

(tidak (1), 2024)

Sekelebat cerpen ini dirangkai dengan cara singkat dan sangat sederhana untuk menceritakan tentang Tidak (1). Semoga bermanfaat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline