Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Gambar Ilustrasi merupakan dokumen karya pribadi (Karya Bambang Syairudin)
Fibonacci Puisi: Harga Menimpa Menara
seumpama harga yang menimpa menara tak masuk akal rasanya tetapi nyata adanya
seperti datangnya badai yang tak didului tanda jadi kalang kabut dan gaduh dibuatnya
ketinggian menara di atas pucuknya kalah tinggi dengan harga yang mengibarkan sengsara
janganlah ditonton saja harus cari solusinya jangan menunggu sampai besar akibatnya
(harga menimpa menara, 2022)
Puisi keempat dari sepuluh puisi liar (puisi lepas) tentang perumpamaan harga yang menimpa menara.. Semoga bermanfaat.
Catatan: Deret fibonacci yang digunakan dalam puisi ini: Bait pertama, empat baris dengan jumlah suku kata (jumlah ketukan) sesuai deret fibonacci: 13, 8, 5, 3. Bait kedua, empat baris dengan jumlah suku kata (jumlah ketukan) sesuai deret fibonacci: 3, 5, 8, 13. Bait ketiga, empat baris dengan jumlah suku kata (jumlah ketukan) sesuai deret fibonacci: 13, 8, 5, 3. Bait keempat, empat baris dengan jumlah suku kata (jumlah ketukan) sesuai deret fibonacci: 3, 5, 8, 13.