Lihat ke Halaman Asli

Bambang Syairudin

(Belajar Mendengarkan Pembacaan Puisi) yang Dibacakan tanpa Kudu Berapi-Api tanpa Kudu Memeras Hati

Monolog 15: Agama

Diperbarui: 9 Juni 2021   02:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Ilustrasi merupakan dokumen karya pribadi (Karya Bambang Syairudin)

Monolog 15: Agama

Fia, apa pandanganmu tentang agama ?
Apakah dengan engkau beragama, engkau telah memahami hakekat kemanusiaanmu? Apakah dengan engkau beragama, engkau telah memahami hakekat asal dan tujuanmu?
Apakah dengan engkau beragama, engkau telah memahami hakekat asal dan tujuan perbuatanmu ?
Apakah dengan engkau beragama, engkau telah memahami hakekat penciptaanmu ?
Apakah dengan engkau beragama, engkau telah memahami hakekat jiwamu ?
Apakah dengan engkau beragama, engkau telah memahami hakekat kehidupanmu ?
Apakah dengan engkau beragama, engkau telah memahami hakekat kematianmu ?
Apakah dengan engkau beragama, engkau telah memahami hakekat penyembahanmu?

Anakku, sederet pertanyaan ayahmu itu, masih akan berderet-deret lagi. Setelah engkau
mampu menjawabnya, cobalah engkau ganti kata "memahami" itu dengan kata "merasakan".
Lalu berikutnya, kau ganti lagi dengan kata " menghidupi ". Dan seterusnya, hingga engkau menemukan apa itu hakekat agama.
Disini, ayahmu hanya memberikan garis besarnya saja, bahwa agama itu adalah bagaimana engkau memperlakukan hakekat dirimu. Bahwa agama itu adalah bagaimana engkau memperlakukan perjumpaanmu, memperlakukan semestamu. Dan bahwa agama itu adalah bagaimana engkau memperlakukan kesunyian dan kasunyatanmu. Dan bahwa agama itu adalah dirimu; bukan yang engkau katakan, serta bukan pula yang engkau pamerkan kepada lingkunganmu. Sedangkan kejujuran, keadilan, dan hukum sebab-akibat dari hakekat perbuatanmu itulah kualitas agamamu, kualitas dirimu, kualitas semestamu.

Anakku, ketahuilah bahwa agama bukanlah suatu titik, namun suatu gelombang, suatu
proses real menuju yang maha etik, maha mengharukan dan maha sunyi, maha kosong, maha suwung, suwung dari pamrih, suwung dari kebiadaban.

Fia, anakku, sayang, cobalah renungi puisi ayahmu di bawah ini:
 
sepisepisepi !
 
sepi di langit sepi di bumi sepi di rumahMu
sepi di gunung sepi di laut sepi di pulau
sepi di rumput sepi di bunga sepi di danau
sepi bercakap sepi berpeluk sepi menikam
sampai dalam, dalam laguku
sepi malam sepi kupu-kupu terbang
menghilang
kuhalau sepiku sambil memunguti
sepiMu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline