Lihat ke Halaman Asli

Bambang Syairudin

(Belajar Mendengarkan Pembacaan Puisi) yang Dibacakan tanpa Kudu Berapi-Api tanpa Kudu Memeras Hati

Monolog 13: Hukum

Diperbarui: 7 Juni 2021   19:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Ilustrasi merupakan dokumen karya pribadi (Karya Bambang Syairudin)

Monolog 13: Hukum


Anakku, kini, pembicaraan kita sampai pada hukum. Hukum sebagai suatu ilmu, hukum sebagai suatu alat, hukum sebagai suatu sumber, dan hukum sebagai suatu tujuan.

Fia, disini engkau perlu memegang teguh keyakinanmu, dan kejujuranmu. Ibumu, adalah seorang wanita yang teguh; jadikan kesadaran keyakinanmu itu teguh seperti ibumu. Dalam hal yang berkaitan dengan aspek hukum, engkau harus yakin, anakku, dan janganlah sedikitpun engkau bimbang atau ragu. Ayahmu, perlu menekankan hal ini kepadamu, agar engkau menjadi yakin dan teguh.
Kembali kita membahas aspek hukum. Pertama, adalah hukum sebagai suatu ilmu. Untuk mengetahui ini, terlebih dahulu, engkau harus tahu apa itu hakekat ilmu. Anakku, hakekat ilmu adalah mengenali, merasakan, mengamalkan, menjelaskan, dan puncaknya adalah menciptakan atas dirimu, atas sekelilingmu. Jadi, hukum sebagai suatu ilmu adalah mengenali keadilan, merasakan keadilan, mengamalkan keadilan, menjelaskan keadilan, dan puncaknya adalah menciptakan keadilan atas dirimu, atas sekelilingmu. Sebagai suatu alat, hukum adalah kompas penunjuk arah perilaku keberadilan kita. Dan sebagai sumber, hukum adalah sumber dari kebijaksanaan diri kita, baik atas diri kita sendiri, maupun atas sekeliling kita. Sedangkan sebagai suatu tujuan, hukum adalah pengakuan atas tingkat kualitas kemanusiaan diri kita.

Anakku, ukurlah kualitas dirimu dengan kadar rasa keadilanmu dan tindakan kebijaksanaanmu.
Fia, anakku, adakah engkau mengerti bahwa roda dunia, jagad gede, dan jagadmu sendiri itu senantiasa digerakkan oleh roda hukum ? Karena hakekat hukum adalah mengadili keadilan itu sendiri. Keberadaaanmu dalam segala bentuk realitas dan hakekatnya itu senantiasa berada dalam kerangka hukum yang menghakimi. Dan kelak engkau sendirilah yang pada hakekatnya akan menghakimi perbuatan dari keberadaanmu itu. Karena sesungguhnya hukum itu sudah melekat pada diri kita masing-masing. Diri kita lah kelak yang akan bersaksi dan memberikan seluruh bukti atas perbuatan-perbuatan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline