Lihat ke Halaman Asli

Bambang Syairudin

(Belajar Mendengarkan Pembacaan Puisi) yang Dibacakan tanpa Kudu Berapi-Api tanpa Kudu Memeras Hati

Monolog 11: Menuntut Ilmu

Diperbarui: 5 Juni 2021   19:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Ilustrasi merupakan dokumen karya pribadi (Karya Bambang Syairudin)

Monolog 11: Menuntut Ilmu

Didalam menuntut ilmu, engkau tidak harus pandang bulu. Ada sumber ilmu dari dalam dirimu. Untuk mendapatkannya, kadang engkau harus berguru pada orang lain, pada alam, pada yang baik, dan pada yang jahat. Janganlah engkau pilih kasih, atau pilih-pilih, karena hakekat ilmu adalah semua. Baik buruk ilmu tergantung kepada kesadaranmu sendiri, anakku. Bukan pada dari mana ilmu itu engkau peroleh, tapi dari mana dirimu engkau tempatkan: pada kesadaranmukah atau pada hakekat perjumpaanmu.

Jika engkau berhasil, sumber dari luar itu akan mengalir pada dirimu, yang pada hakekatnya adalah sumber dari dalam dirimu yang mengaliri kemanfaatan pada alam. Hakekat ilmu adalah memberi.

Anakku, Fia, tuntutlah ilmu dunia (ilmu kesadaran) dan ilmu akhirat (ilmu perjumpaan) setinggi-tingginya. Jangan dengan meminta, engkau menuntut ilmu, melainkan dengan memberi. Hakekat memberi adalah menyerahkan diri pada kemanfaatan kesadaranmu dan perjumpaanmu. Dan hakekat manfaat adalah engkau berguna bagi orang lain, bagi alam sekeliling, dan bagi sumber hidupmu.

Hakekat ilmu bukanlah garis, atau lingkaran, tapi hakekat ilmu adalah perjumpaan itu sendiri, tiada awal dan tiada akhir. Engkau bisa maju tanpa ujung, atau mundur tanpa pernah sampai ke pangkal; kau bisa menuju ke makro tanpa ada batas luar, dan kau bisa pula menuju ke dalam mikro tanpa bisa pernah bertemu nukleusnya.

Anakku, ketahuilah bahwa energi kesadaranmu tidak akan cukup melingkupi hakekat ilmu, oleh karena itu, wahai anakku, pergunakanlah energi perjumpaanmu. Karena dengannya engkau akan menjadi hakekat ilmu sendiri.
Anakku, Filasafia Marsya Ma'rifat, ayah cukupkan dulu penyampaian isi wasiat ayahmu ini, dan tentunya engkau akan butuh waktu untuk mencernanya. Kelak kalau ayahmu sudah tiada, sekali-sekali tengoklah isi wasiat ini, bacalah kembali, sebagai bentuk ziarahmu kepada ayah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline