Lihat ke Halaman Asli

Bambang Subroto

Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Membaca Hati Bunga

Diperbarui: 10 Oktober 2022   05:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Book Garden" karya Mila Marquis  -  Bersumber dari twitter Marysia

Warna dan aroma, itu andalannya puspa. Mampu menjadi pengganti kata. Di saat cinta mau pun duka. 

Dalam jagad peribahasa, bunga angin jadi pertanda. Puting beliung kan tiba. Demikian pula bunga api. Percikannya bisa jadi awal dari kobaran yang mengerikan sekali.

Tetapi katakanlah tidak untuk bunga hati. Di saat datang, membawa aroma mewangi. Jika pun pergi, akan disesali. 

Di saat genting, yang dipetik hanyalah bunga mulut. Badai kata keji menghampiri. Kesalahan kecil menjadi awal menuju akhir yang disesali.

Membaca bunga tangkai berduri, menantang sekali. Walau telah disentuh hati-hati, masih mampu melukai. Menduga hati, sulit sekali.

Sebenarnya mereka tak bisa berkata apa-apa. Tetapi karena telanjur dijadikan lambang, kadang mampu mencerminkan perasaan. Cobalah dirawat sepenuh hati. Mereka pasti tahu diri. Tiada membedakan lagi tangan halus atau kasar. Wangi bunganya "angambar-ambar".

Citra diri itu seperti aroma juga. Bisa asli, atau dibuatkan tiruan. Saat diharum-harumkan, sayup-sayup seperti "kembang rawat-rawat". Baunya segar menyengat, tetapi dihembuskan secara tidak terhormat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline