Cinta itu misteri. Penuh tanda tanya, banyak hal yang tersembunyi.
Misterius, tak tahu kapan datang dan kapan pergi. Ditatap terasa gelap. Sering menjadi asing dan samar. Tadinya akan dihadapi tanpa gentar. Tapi ilusi itu mampu membalikkan rasa. Dari hingar bingar, menjadi gemetar.
Cinta yang sedang membuta mustahil bercermin. Maunya hanya mencari air keruh. Di sana puas dengan tatapan kisruh. Mendadak tak lagi pandai berdandan. Lalu semua cermin disalahkan.
Tapi anehnya, masih saja ingin bermata langit. Melihat dari atas, maunya memberi warna terhadap suasana. Siapa tahu keindahan akan datang. Lalu mampu memperbaiki hubungan.
Adakah keberanian untuk kehilangan? Rasanya belum. Tapi hati masih optimis untuk menyatukan hubungan yang sedang rawan.
Di awal musim penghujan ini, tak mungkin semesta kehilangan rintik. Jika nanti hujan menderas, masih mungkin berpayung satu. Sambil mengikuti aliran air yang meresap ke dalam bumi yang tidak menentu.
Semoga tidak terjadi banjir bandhang. Meluluhlantakkan segala, lalu bersama kembali ke tanah.
Cinta itu misteri. Walau berdekatan wajah, belum tentu mampu membuat hati sumringah. Seperti menghadapi karang. Anti kalah, maunya menang. Walau burung laut terbang bersliweran, gua itu makin terasa sunyi. Sudah kehilangan penghuni lagi.
Rasanya sudah tiada semangat untuk menjadi pendengar yang baik. Kemampuan berempati hilang. Yang tersisa tinggal egoisme yang meradang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H