Musim beralih, daun ranting merintih, berlambar sepi. Cericit burung, merdu di pagi hari, amatlah lugu.
Di ranting haru, hijau ganti baju, musim tak tentu. Ditinggalkannya, rintikan ritmis hujan, hati terkesan. Tanda menggersang, meninggalkan riang, rindu siraman. Sentuhan tangan, lambang berkasih sayang, tidak terbilang.
Hujan harian, secara pelan-pelan, kan berpamitan . Tak lama lagi, kemarau pun datang, kering kerontang.
Saat terdiam, tetes kenang semalam, di daun kusam. Slalu menunggu, kegairahan hulu, ingin berpacu.
Hindari congkak, alam akan menguak, resah tak hendak. Bertimbang rasa, sudah mulai langka, lestari tua. Tekad yang kuat, tidak asal bicara, slogan semata.
Musim beralih, daun ranting merintih, berlembar sepi. Terbang meninggi, meraih makna hakiki, sepenuh hati. Pohon mengerti, sadar dan tahu diri, ikhlas di hati. Siklus alami, perlu disyukuri, itu abadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H