Menjadi ayah, mestilah gagah. Tidak boleh menjadi sumber gelisah, hingga seisi rumah bertambah parah.
Kegelisahan itu mirip ngengat. Setiap hari menggerogoti pikiran dan perasaan. Jika berpendaoat, orang lain pastilah dinilai lebih tidak pantas. Sisi baik, hanya dimilikinya sendiri. Dialah satu-satunya bintang yang cemerlang sendirian di malam.
Menjadi ayah, mestilah gagah. Meski demikian, sisi manusiawinya tetap diperhatikan. Bodoh dan pintar itu terlihat di perilaku. Bukan ditentukan oleh predikat duniawi yang semu.
Mengada atau menjadi, disebut paradigma "to be". Jika hanya memiliki predikat ayah, cenderung ke prinsip "to have".
Anak-anak pasti memiliki ayah biologis. Tetapi tidak semua ayah berperan menjadi ayah, bagi keturunannya.
Predikat kepala keluarga, menyita seluruh waktu untuk menghidupinya. Ayah asyik dengan ambisinya sendiri, hubungan ke dalam pun makin merenggang.
Ayah yang gagah penuh dengan sentuhan hangat nan lembut. Gemerlap petuah, lebih baik untuk dirinya sendiri dulu. Suasana kekeluargaan pun akan bergairah selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H