Lihat ke Halaman Asli

Bambang Subroto

Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Tetap Ceria dengan Hidup Bermain

Diperbarui: 20 April 2022   20:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karya Mario De Biasi  -  Bersumber dari twitter Francisco Rabal

Bermain itu mengasyikkan. Sejak lahir, manusia itu sudah terbiasa main, hingga nanti di hari akhir. Hanya saja, agar lebih terkesan mulia, ada yang mengistilahkan bermain itu sama dengan berkarya.

Memang, pada hakikatnya manusia itu hidup untuk bermain.  "Homo ludens" , insan yang bermain.

Bermain sambil memanjatkan angan. Di pagar tinggi, atau tempat yang berlainan. Angan adalah khasanah kekayaan. Senantiasa terlihat berkilauan. Bergerak menurun tanpa keraguan, lalu naik seakan menuju kepastian.

Bermain itu kemewahan. Seakan sedang duduk di singgasana beneran. Saat jiwa inginkan layu, digerakkan lagi, hingga tubuh tangkainya terus mampu menyangga asa.

Kalau pun menghadapi kekangan, dijebollah aral melintang. Mesti tegak kembali dari kelayuan.

Waktu terus berlalu. Kesunyian tubuh terasa makin ngilu. Kadang air mata bening, mengalir ke pipi hangat yang tidak hening.

Alangkah nikmat jika masih punya semangat dalam rengkuhan jiwa bermain. Nasib itu selalu berada di depan, tidak disesali di belakang, karena dianggap main-main. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline