Di sela fajar, ia tunggu mentari, kangen hangatnya. Menembus dada, rangsang gejolak jiwa, puncaknya ada. Jika ditolak, tidak manusiawi, pasca pandemi.
Rindu bergetar, kekeluargaanku, mengundang rindu. Kuingin mudik, bawa bunga sekuntum, pastilah harum.
Bunganya sederhana, tanam sendiri, sepenuh hati. Walau setangkai, gelora hati, terbawa nanti. Tersulut angan, hidangan kenang dulu, telah menunggu. Alangkah indah, memori lalu itu, layak ditunggu.
Dentingan ranting, dengarkan bisik nyaring, nuansa bening. Bisikan jiwa, slalu apa adanya, jujur di jiwa. Geraknya lekas, tebal tinggalkan bekas, tancap di hati. Sekali-kali, jika ingat kembali, kan mengabadi.
Segala rintang, pasti akan diterjang, ke kerinduan. "Mangan lan ora mangan, watone ngumpul, lan pepanggihan". Terbayar sudah, rindu sudah membuncah, hati yang gundah. Inginkan mudik, pulang ke hulu udik, tetap menarik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H