Demokrasi itu wajah demokrasi indah "edi peni". Mempersubur lahan kehidupan bersama, bukan hanya untuk orang per orang semata. Pernah terasakan, dahulu monarki dan aristokrasi menyajikan pekat bayangan ambisi perseorangan.
Demokrasi itu pada dasarnya saling menghargai. Tidak terlalu meninggikan atau merendahkan pihak lain. Walau denyutnya terasa, tapi sering mengada-ada, mengaromakan rasa takut massa. Sebagian kecil mengaku punya hak istimewa untuk itu.
Selalu tidak tinggal diam. Walau dialognya tidak mendalam. Entah ini termasuk demokrasi langsung atau demokrasi murni, yang kesannya tidak mau tinggal diam.
Demokrat sejati berbeda jauh dengan orokrat. Kerjaannya hanya menuntun berburu nikmat meninggalkan umat. Terkesan senang berdialog. Aspirasi kucing pun, penting didengarkan dengan seksama.
Tapi apa jadinya jika demokrasi hanya untuk meraih suara terbanyak saja. "Sing laku iku swara sing paling akeh. Plurima vota valent". Kwantitas suara dijadikan tolok ukur kwalitas manusia.
Sejatinya demokrasi itu kemampuan untuk bertukar pikiran, bukan hanya ambisi untuk mengalahkan lawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H