Kuyuplah sudah, berhari-hari hujan, pagi ke petang. Terkadang deras, melahap suasana, berduka lara. Tidur tak pulas, khawatir banjir, kan membasahi mimpi.
Pabila siang datang, mendung menggantung, petir bertandang. Di saat salah, kangen bertandang, kilas wajahmu datang.
Cangkir menyala, memberi tanda, hurufnya tak terbaca. Gigil rupanya, tulang pun ngilu, lha kok jadi begitu.
Dini hari menjelang, mata berkedip, terus terjaga. Wahai hujan, sila minum kopiku, hilang payahmu.
Sepagi ini, aku hangatkan rindu, yang sudah basi. Aroma tlah berubah, tak lagi wangi, aku maklumi.
Bungaku menyendiri, menggigit jari, kecewa hati. Rona merahnya, mulai kusam, tidak ceria lagi. Ada duka di sana, yang memencilkan rasa, basah yang lama.
Tetap sendiri, angin sepoi, ingin menemaninya. Sekali lalu, berharap amat sangat, mampu berseru. Hingga tak sesak, debar jantung berdetak, semakin pelan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H