Dialog kursi, di jendela terbuka, bertukar hati. Terkadang dingin, lalu menghangat lagi, tergantung musim. Tlah kenyang asam garam, saksi ambisi, terbakar api. Berebut tulang, kadang tidak berdaging, terbayang nyam-nyam. Jika tlah jadi, duduk di kursi, sebelum lupa diri.
Sukses ditakar, mirip aroma wangi, terasa lembut. Sebelum itu, matahari dibakar, asa berkobar. Kadang melembut, meniru angin laut, yang tidak kalut.
Lupa arti dialog, kesepahaman, menuju nyaman. Tapi ternyata, hanyalah debu, menyelimuti gunung. Persis seperti, tuang air ke laut, mubazir saja.
Kata-kata pun kuna, diulang-ulang, maknanya terbang.
Kursi-kursi terdiam, bersaksi bisu, walau tahu. Di kala diduduki, semakin paham, makna ambisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H