Setiap ke Malang, ingatan tertuju ke memori Pecel Kawi. Terutama jika waktu sarapan pagi sudah melintas, sedap bumbu kacangnya terbayang harum pedas. Warung yang eksis sejak tahun 1975an ini mampu menancapkan kesan. Jauh terjadi puluhan tahun silam.
Demikian pula halnya dengan gado-gado Jakarta. Ia bisa dijumpai di mana saja.
Di tempat saya tinggal, ada tetangga spesialis membuat gado-gado. Para pelanggannya yang fanatik tidak memasalahkan, itu gado-gado Jakarta atau bukan. Bumbu kacangnya disiapkan saat itu juga. Jika sudah lapar, menyaksikan saja sudah menambah kadar kemendesakan untuk menikmatinya. Tak ada yang memasalahkan, ini termasuk ala Jakarta atau sudah disesuaikan dengan ketersediaan bahan dan selera setempat.
Andalan rasa memang terletak di seleksi yang ketat terhadap usia kacang tanahnya. Dipilih yang tidak terlalu tua. Aroma wanginya memang masih ada.
Soal kadar kepedasannya, gado-gado tidak seperti pecel. Ragam sayurannya lebih bervariasi. Ada : tauge, kangkung, bayam, daun kol, nangka muda, kacang panjang, pare, labu siam, jagung pipil, tahu, dan tempe. Untuk urusan wangi dan kriuk, itu tanggung jawab si bawang goreng dan kerupuk.
"Apa pun jenis sayurnya, asal bumbu kacangnya sedap, memang akan lebih mantap untuk dilahap", kesan Mas Okky pecinta kuliner dari Jakarta.
Memang, kita juga mengenal ketoprak, lotek, karedok, hingga hucap. Andalannya juga terletak di kesedapan aroma bumbu kacangnya.
Gado-gado Jakarta sudah lebih jauh melintas, sebagai khasanah kuliner Nusantara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H