Saya suka membaca. Tetapi kalau hanya membaca saja, yang ditemui hanya bayangan. Aslinya ya masih tetap dangkal saja.
Analogi sangatlah penting. Gudang analogi terhampar di alam. Alam terkembang jadi guru juga. Walau kita tak tahu berapa besar gajinya.
Lautan itu menyembunyikan arus. Terkesan tenang di permukaan, namun kapal selam tak kuasa melawan. Ada tanda-tanda alam yang teknologi secanggih apa pun gagal paham. Dinamika perputarannya sangat cepat. Sekarang masih aman, sebentar lagi melumat. Panorama indah sering menjerumuskan.
Polemik belajar tatap muka versus daring, mengingatkan pengalaman saya tentang dampak ontran-ontran politik tahun 1965. Waktu tempuh belajar menjadi lebih panjang. Tadinya guru-guru Nasakom berorasi sesuai pilihan politiknya, tahu-tahu lowong. Sebagian ditangkap, dipenjara, tidak mengajar lagi. Siswa berhenti belajar sama sekali.
Tentu siswa jadul belum musim belajar daring. Tetapi bertanya dan bertanya tentang situasi mencekam, waktu itu termasuk belajar tentang kehidupan juga.
Membangun jejaring harus hati-hati. Jangan sampai dikategorikan sebagai simpatisan organisasi politik tertentu. Dan tanpa kita sadari, dengan bersekolah itulah perintisan jejaring sosial dimulai. Bersekolah di kampus kehidupan berjalan sepanjang waktu. Selagi kita mau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H