Lihat ke Halaman Asli

Bambang Subroto

Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Nyadran Jalan Mulia

Diperbarui: 11 April 2021   14:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menjelang bulan Ramadhan, kita beramai-ramai ziarah ke makam leluhur. Walau pandemi, tetap saja bersemangat menjaga tradisi.

Nyadran dilaksanakan di bulan Ruwah. Istilah ini berasal dari bahasa Sanksekerta sraddha, bermakna upacara untuk menghormati anggota yang telah pulang ke alam keabadian. Intinya ada tiga kegiatan, yaitu pembersihan area makam, nyekar atau menabur bunga mawar merah putih, dan makan bersama atau kenduri di area makam.

Di makam Ngropoh Temanggung, disediakan Tumpeng Robyong. Pucuknya dihias telur ayam matang serta lombok merah besar. Di sekitarnya penuh lauk pauk. Karena berukuran jumbo, tumpeng besar itu terkesan robyong-robyong.

Kalau di makam Wirokartan Imogiri lain lagi. Menu kenduri atau makan bersama di saat nyadran : nasi gurih, sambel pecel, telur rawis, daging ayam suwir, dan kedelai hitam.

Sebagai peristiwa budaya, nyadran kadang sedikit lepas dari pakem. Adat atau kebiasaan memang mempunyai sifat itu. Merawat makam, secara adat adalah lambang dari perilaku beradab. Sraddha juga dimaknai sebagai jalan menuju kemuliaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline