Paling enak itu memaknai hikmah lewat makanan. Jika dimakan terasa pahit, ini salah satu pertanda hati sedang sedih sakit. Jika makanan manis, yang diharapkan tentu suasana riang harmonis.
Di kalangan warga Tionghoa, pemilihan jenis makanan, disesuaikan dengan suasana hati. Misal, fu mak cah. Fu itu pahit, mak berarti kelembutan. Fu mak cah, dimakan pada saat sedang menghayati kepahitan hidup. Menanam pare di pekarangan rumah pun tidak disarankan. Maksudnya agar hidup tidak pahit terus menerus.
Jika sedang berpindah rumah, jangan membawa roti Khong Guan. Lebih baik kue mangkok. Karena berpenampilan mekar, maka harapannya rezeki juga akan bermekaran.
Hidangan ketika perhelatan pernikahan juga begitu. Menghidangkan menu bakso, berharap sangat janji berdua terus membulat, hingga mengantarkan hidup rukun hingga ke akhirat.
Jika menjenguk orang sakit, jangan membawa buah semangka atau si kua. Si, selain angka empat, sekaligus juga berarti mati.
Falsafah Jawa tentang makanan juga ada. Urap sayur kacang panjang, tidak dipotong, tapi dibiarkan tetap panjang mlolor, agar umur dan kemakmuran panjang pula. Nasi sebagai lambang, ada yang boleh atau tidak boleh diliwet, nasi kuning, nasi tumpeng, dan lain-lain.
Pernah dengar Nasi Berkat ? Ini varian nasi yang dibagikan ke tetangga dan handai taulan. Lauknya : terik daging, mi goreng Jawa, serta sayuran atau janganan.
Tradisi berkat, berharap agar mendapatkan karunia atau rahmat Tuhan, hingga mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia.
Harapan batiniah acap dilambangkan sesuai dengan budaya yang berlain-lainan. Contohnya ya berkatan itu, yang sejatinya wujud harapan yang dilambangkan. "Gratia gratiam parit". Berkah akan melahirkan berkah pula.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H