Sebuah Renungan
Oleh : Kurniawan Zulkarnain*)
Tanggal 17 Agustus 2018, kita kembali merayakan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) ke 73. Jika manusia, maka se-usia tersebut seharusya menghasilkan sebuah karya yang dapat dibanggakan anak cucu keturunannya.
Demikian pula, dengan Indonesia kita yang kaya sumber daya alam, beragam produk pertanian, perikanan dan pertambangan seharusnya dapat mengantar rakyatnya menggpai kesejahteraan dan keadilan lebih cepat sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang-undang 1945 alinea keempat itu.
Dalam usia 73 tahun, NKRI masih dihadang oleh tiga musuh utama yaitu kemiskinan, keterbelakangan dan kebodohan, dengan akar tunjangnya kemiskinan. Dalam pandangan Amartya Sen,pemenang hadiah Nobel Ekonomi Th 1998, penyebab dari langgengnya kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan adalah persoalan keterbatasan akses, artinya manusia hanya melakukan apa yang terpaksa dilakukan bukan apa yang seharusnya dilakukan.
Atas dasar itu, maka potensi untuk mengembangkan hidup menjadi terhambat dan pada akhirnya kontribusi untuk menciptakan kesejahteraan bersama menjadi kecil.
Tahun 2018, jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 25,95 juta orang atau 9,82 persen, dimana persentase penduduk miskin perkotaan sebanyak 7,02 persen dan penduduk perdesaan sebanyak 13,20 persen. Jika dirinci lebih lanjut, penduduk miskin paling banyak masih terdapat di Pulau Jawa dengan jumlah 13,34 juta jiwa (8,94 persen), sementara di Pulau Sumatera ada 5,98 juta jiwa (10,39 persen), Pulau Sulawesi ada 2,06 juta jiwa (10,64 persen) dan sisanya tersebar pulau lainnya (BPS, 16 Juli 2018).
Seiring dengan itu, tingkat kesejangan selama 10 tahun yaitu ode 2010-2017 yang dinyatakan dalam gini-rasio yaitu sebesar 0.40. Sedangkan,rata-rata gini-rasio pada periode 1993-2009 hanya sebesar 0.35. Peningkatan angka gini rasio terhadap lahan menjadi 0.72 di tahun 2003 menunjukkan kondisi ketimpangan lahan yang buruk meskipun mengalami penurunan di tahun 2013 menjadi 0.68. Bila, gini rasio lahan tersebut lebih besar dari 0.5, yang berarti termasuk ketimpangan berat (INFID dan Megawati Institute, tahun 2016).
Penguasaan aset oleh segelintir warga-negara masih dengan mudah ditemukan ditengah-tengah kemiskinan yang masih akut, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bulan Juli 2017 menunjukkan bahwa 56.87% total simpanan di perbankan di Indonesia dikuasai oleh sekitar 0.11% dari total jumlah rekening. Selanjutnya, Laporan Credit Suise tahun 2016 menyatakan bahwa 1% penduduk terkaya Indonesia menguasai 49.3% kekayaan nasional, dan 10% penduduk terkaya menguasai 75.7% kekayaan nasional.
Upaya Penanggulangan Kemiskinan Prakarsa Pemerintah :
Kriteria kemiskinan dan indikatornya yang digunakan oleh pemerintah melalui BPS sebesar Rp.354.386,-/perbulan/orang atau Rp.11.812,-/perhari/orang yang kemudian menghasilkan angka kemiskinan sebagaimana dilansir oleh BPS.