I. Pendahuluan
Dalam setiap pernikahan, terdapat banyak aspek yang perlu dipahami, salah satunya adalah tanggung jawab terhadap utang biaya perkawinan.
Utang ini bisa muncul dari berbagai biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan pernikahan, seperti biaya resepsi, administrasi, pakaian, undangan dan souvenir, transportasi, bulan madu, konsultasi dan perencanaan, makeup dan kecantikan, musik dan hiburan, serta dokumentasi. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan tanggung jawab utang biaya perkawinan menurut perspektif hukum, khususnya di Indonesia.
II. Definisi Utang Biaya Perkawinan
Utang biaya perkawinan merujuk pada semua pengeluaran yang dikeluarkan untuk melangsungkan pernikahan. Ini mencakup biaya sewa tempat, katering, dekorasi, dan biaya administrasi lainnya. Memahami jenis-jenis biaya ini penting agar pasangan dapat merencanakan keuangan dengan baik.
III. Perspektif Hukum di Indonesia
A. Analisis Pasal 35 ayat (1) & (2) UU Perkawinan, dan Pasal 121 KUH Perdata
Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Sedangkan harta bawaan dari masing-masing suami dan istri serta harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Pasal 35 ayat (2) UU Perkawinan menegaskan bahwa suami dan istri memiliki tanggung jawab bersama dalam hal utang yang diambil selama perkawinan. Ini menunjukkan bahwa utang biaya perkawinan bukan hanya tanggung jawab satu pihak, tetapi merupakan tanggung jawab bersama yang harus dikelola secara kolaboratif.
Tak ada ketentuan dalam UU Perkawinan yang mengatur mengenai utang bawaan atau utang bersama, termasuk utang yang timbul karena acara pernikahan. Namun demikian, jika Anda merujuk bunyi Pasal 121 KUH Perdata, sebagai berikut: