Lihat ke Halaman Asli

Pekerjaan Rumah Presiden Jokowi Di 100 Hari Pertama (Bagian 2)

Diperbarui: 18 Juni 2015   04:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menyambung tulisan terdahulu tentang masalah banjir Jakarta dan masalah penanganan kurikulum 2013 yang selayaknya masuk jadi pekerjaan rumah di 100 hari pertama, berikut ini adalah dua masalah besar lainnya

MASALAH HARGA BBM

Masalah harga BBM adalah masalah yang paling menarik dan menjadi tantangan pemerintahan Jokowi-JK nantinya. Betapa tidak, subsidi BBM sudah sangat membebani APBN. Mencabut subsidi berarti anggaran bisa dimanfaatkan ke sektor lain yang lebih bermanfaat bagi rakyat namun disisi lain akan terjadi inflasi yang berarti harga-harga akan naik dan rakyat juga terbebani. Dalam 100 hari pertama, secara tegas pemerintahan Jokowi-JK harus memutuskan seberapa besar subsidi akan dicabut. Kalaulah dilakukan secara bertahap, berapa besar pertahapnya dilakukan pengurangan subsidi tersebut dan ter-skedul waktu pasti tiap tahapnya. Andaikan (sekali lagi andaikan) kebijakan ini dibarengi dengan pemberantasan mafia MIGAS-nya, rakyat pasti mendukung penuh. Jangan-jangan jika subsidi dicabut seluruhnya dibarengi MAFIA dapat dibrantas maka harga premium, walau naik, masih tetap di bawah harga pertamax, atau justru harga pertamax turun jauh (boleh dong kita mengharap). Kunci disini cabut subsidi dibarengi dengan brantas MAFIA MIGAS-nya.

MASALAH PENDIDIKAN INKLUSIF

Jujur, walaupun pertama kali dilontarkan oleh pihak “lawan”, namun ide ini yang acapkali terlupakan oleh orang awam dan bahkan para pendidik sekalipun. Pendidikan inklusif harus memang berjalan secara utuh di Indonesia. Bukan hanya jargonnya saja yang bergaung namun pelaksanaannya kacau balau. Disekeliling kita banyak anak-anak different ability/difabel (autis, ADHD, ADD, dll) yang jika dia masuk kategori difabel ringan bisa masuk sekolah inklusi (sekolah yang menggabungkan anak biasa dengan anak difabel dalam jumlah terbatas). Namun pendidikan inklusif dapat dikembangkan lebih luas, yaitu karena perbedaan fasilitas sekolah di kota besar dan di pelosok terpencil sangat besar, maka pendidikan inklusif dapat juga dimasukkan ke dalam ini, yaitu cara mendidik di masing-masing sekolah yang berbeda jauh fasilitasnya memang harus berbeda caranya, bahkan tingkat pencapaian minimalnya. Dengan sikap pemerintahan baru yang mau menerima segala masukan maka sekalipun ide ini datang dari “lawan” berdebat seyogyanya karena memang bagus selayaknya dapat dimasukkan dalam prioritas 100 hari pertama.

Salam Pendidikan

(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline