Lihat ke Halaman Asli

Roadmap

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya ingin bercerita tentang dua hal. Dua hal yang mungkin tak asing bagi kita semua. Yang pertama tentang founding father kita. Yang kedua tentang kegiatan sekelompok anak bangsa yang membuat saya berpikir tentang Kalimantan Timur.

Yang pertama adalah Soekarno. Kita semua tentu kenal siapa beliau dan apa perannya dalam kemerdekaan Indonesia. Tapi ada peran luar biasa yang jarang diceritakan orang. Perannya dalam membuat Roadmap dan Skenario Indonesia Merdeka. Jauh-jauh hari sebelum Indonesia merdeka, Soekarno telah membuat "rekayasa" bagaimana Indonesia akan merdeka, dengan memperhatikan geopolitik dunia -terutama asia-, ekspansi militer sekutu, dan arus penjajahan (ekonomi) negara-negara Eropa.

Bahkan secara intens, antara tahun 1928 hingga 1930, Soekarno mulai menandai daerah jajahan Inggris, Belanda dan Perancis untuk memetakan kekuatan dan pergerakan militer sekutu dalam pertarungan global. Suatu hari, saat Sukarno diberi hadiah buku baru pada masa itu; " Seapower in the Pacific" dan “The Great Pacific War” karangan Hector Charles Bywater, Soekarno mulai membaca dengan intens trend dan perkiraan Bywater, yang juga seorang jurnalis politik Amerika yang mengikuti perkembangan politik dunia. Dan berdasarkan analisa Bywater, peta dunia yang dicoretinya, analisa kekalahan fasisme, analisa sumberdaya alam Indonesia sebagai basis logistik Asia, berita radio dan berita kawat yang ia terima, ia kemudian menganalisa bahwa tak lama lagi "Indonesia akan dijajah oleh Jepang sebagai kekuatan baru Asia, dan Belanda akan terusir dari Nusantara".

Puluhan tahun sebelumnya, Sukarno sendiri dengan daya ciptanya sudah memperkirakan kemerdekaan Indonesia akan terjadi pada Agustus 1945. Dalam berbagai kesempatan, tahun 1930-an, ia selalu membicarakan tentang perkiraan Perang Pasifik yang akan terjadi dan kesempatan Indonesia untuk merdeka yang sangat sempit pada saat itu. Ia juga kelak membuat naskah sandiwara
tonil yang ia -juga- perankan di Flores dengan judul sama; "Agustus 1945".

Begitulah Soekarno. Ia punya gambaran masa depan bangsanya yang waktu itu masih berupa kata di kepala, lalu ia mewujudkannya dalam kerja-kerja politik. Ia tak menyerah, menyadarkan rakyat dan merekayasa perubahan. 50 tahun kemudian, dalam konteks rekayasa politik dan sosial, skenario sebuah bangsa untuk menuju sebuah cita-cita besar baru dikenalkan oleh kalangan militer dunia pada sekira tahun 60-an. Adalah Hermann Kahn, seorang bekas tentara yang kemudian memperkenalkan secara luas pembangunan sebuah scenario planning sebuah negara. Lalu gagasan dan kerjanya menyebar. Di Afrika Selatan, pemimpin-pemimpin Afrika membuat The Mount Fluer Scenarios pada tahun 1991. Di beberapa negara dengan kondisi pasca konflik dan perang saudara juga berupaya mengadopsinya. Tercatat, negara-negara seperti Irlandia Utara, Inggris, Basque, Kanada dan Spanyol memulai kerja besar mereka membuat rekyasa masa depan bangsanya.

Lalu bagaimana dengan Indonesia?. Inilah hal yang kedua yang ingin saya ceritakan. Indonesia juga telah membuat scenario plan yang dipelopori oleh Komnas HAM. Sepanjang tahun 1999 hingga 2000 mereka bekerja dan menghasilkan "Indonesia Masa Depan 2010". Mereka bekerja dengan melakukan dialog regional di 13 kota dan lokakarya nasional untuk merumuskan draft skenario, baik matriks maupun narasinya. Mereka mewawancarai sekitar 500 orang dari berbagai latar belakang untuk mengumpulkan pikiran-pikiran anak bangsa setelah konflik yang menyelimuti Reformasi.

Dalam sesi–sesi dialog, seluruh peserta diberikan gambaran tentang merencanakan sebuah skenario sebuah bangsa. Lalu mereka diminta mengekplorasi gagasan mereka untuk Indonesia yang lebih baik. Seperti halnya Soekarno, setiap peserta juga diberikan kesempatan untuk menceritakan wacana yang berkembang di masyarakat dan melukiskan hal-hal ideal apa yang seharusnya terjadi. Kemungkinan yang akan terjadi di masa depan yang dihasilkan membuat kita (parapihak) berpikir ulang dan mengambil langkah yang benar atau mengambil langkah yang beresiko tapi penih perhitungan dengan masa depan kita.

Tahun 2003, lewat sebuah seminar mahasiswa di Unmul, saya menuliskan sebuah tulisan berjudul "Indonesia Masa Depan; Sebuah Catatan Bagi Gerakan Mahasiswa", yang berisi ajakan menarik-alur Skenario Indonesia Masa Depan yang waktu itu dipublikasikan lalu menderivasikan gagasan dan kerja IMD untuk diaplikasikan di Kalimantan Timur. Karena dari beberapa literatur, ada juga beberapa kota dan propinsi di Eropa yang membuat rencana kota dengan mendasarkan pada aspirasi unsur-warganya.

Dalam konteks masa depan Kalimantan Timur, saya menganggap kita perlu membuat scenario plan masa depan daerah kita. Ada beberapa catatan penting Kalimantan Timur yang perlu diwaspadai dan diperhatikan oleh kita. Pertama; gelombang masuknya kekuatan modal yang demikian besar dan menghabiskan cadangan mineral dan batubara Kaltim. Yang kedua, laju kerusakan lingkungan dan laju deforestasi yang sangat massif dan terjadi di seluruh daerah. Yang ketiga, massifnya perubahan ekonomi dunia yang berpengaruh pada ekonomi regional.

Yang keempat, derasnya perkembangan dunia informasi yang bisa menguntungkan sekaligus mengancam khasanah lokal. Yang kelima, gelombang sentimen daerah yang menjadi aral bagi demokratisasi di daerah. Yang keenam besarnya anggaran pembangunan daerah yang tidak terkelola dengan baik. Yang ketujuh, ketertinggalan kawasan perbatasan dalam mendapatkan akses peningkatan ekonomi dan taraf hidup. Yang ke delapan, kekhawatiran akan masa depan anak-cucu Kaltim dalam menghadapi pertarungan global. Mungkin masih ada alasan ke sembilan dan seterusnya. Tapi saya kira, cukuplah alasan-alasan itu membuat kita bergegas membuat scenario plan Kaltim Masa Depan.

Ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh gerakan mahasiswa, intelektual daerah, akademisi, aktivis LSM dan para pihak yang mulai berpikir tentang Kaltim Masa Depan. Kita tak cukup berpijak pada RPJP dan RPJMD untuk membuat rencana-rencana masa depan daerah kita. Karena saya yakin, penyusunan dokumen-dokumen itu tidak mendasarkan pada situasi, kondisi dan geopolitik serta wacana dan kekhawatiran unsur-masyarakat yang ada. Alasan lain yang benar-benar mengikat adalah; jika kita membuat skenario Kaltim atau Grand Design secara kolektif, kita punya ikatan moral untuk menjaganya, mendampinginya dan memastikan apa yang kita cita-citakan terwujud.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline