Jhanoko raib! Benarkah? Berita itu fakta, atau cuma hoaks? Kalau fakta, sejak kapan menghilangnya? Sendirian atau dengan orang lain? Ke mana atau di mana dia sekarang? Dalam rangka apa dan untuk berapa lama? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu, dari berbagai pihak, tiga hari ini telah membombardirku.
Tetapi, tentu saja aku tak bisa menjawab semuanya dengan tepat. Yang kutahu, rumah sekaligus warung kopinya, memang telah tutup selama tiga hari ini. Selama itu pula, aku belum bertemu dia lagi. Melihat pun tidak.
"Abang kan teman baiknya, juga tetangga dekatnya? Masak nggak tahu?" kata Udin, yang saat ini, bersama tiga orang temannya mendatangi rumahku.
"Kalau dia sendiri nggak beri tahu, ya mana aku tahu?"
"Sudah pernahkah Abang nelpon dia?"
"Sudah! Dalam tiga hari ini, sudah sepuluh kali lebih. Tapi ya selalu kagak bisa nyambung..."
"Menurut Noro dan Jono, pamannya itu pergi ke mana, sih?" Noro dan Jono adalah keponakan Noko yang membantu di warungnya.
"Mana bisa nanya, orang merekanya juga pergi. Bisa dipulangkan ke orang tuanya. Atau bisa jadi ikut Kang Noko." Jawab Pardi.
"Oh ya aku ingat! Sebulan lalu, Badrun itu pernah ngomong. Katanya, Kang Noko memang berencana mau ke Jakarta." Celetuk Sigit.
"Ke Jakarta? Wah, kalau bener ke sana, jangan-jangan dia telah kegebuk pagebluk..."
"Pagebluk? Pagebluk itu apa sih, Mas?"