Aksi yang dilakukan kaum milenial itu sungguh simpatik dan terpuji. Mereka telah berkomitmen mendedikasikan dirinya menjadi relawan. Selama penerapan PSBB di kotanya, mereka menolong belasan keluarga lansia. Mereka adalah kaum muda dari sebuah gereja. Dan Ayu Astuti termasuk di dalamnya.
Menjadi volunteer adalah pengalaman baru bagi Ayu. Sebuah pengalaman yang sangat membahagiakannya. Bahkan lebih besar dan lebih bermakna, ketimbang semua kebahagiaannya sebelumnya. Dulu bahagianya karena menerima sesuatu. Kini bahagianya karena memberikan sesuatu.
Ayu rela meluangkan waktu, tenaga serta perhatiannya untuk Pak Broto dan istrinya. Sebagian keperluan mereka, Ayulah yang melayaninya. Beruntung, pasangan lansia 70-an tahun itu, sangat ramah kepadanya. Sehingga Ayu tambah bersemangat melakukan misi kemanusiaannya.
Namun sayang, kebahagiaan Ayu itu hanya berlangsung pada minggu pertama pelayanannya saja. Pada minggu keduanya, hatinya meradang penuh kejengkelan. Akibatnya, beberapa hari ini wajahnya mengeruh. Dan gairah hidupnya meredup.
"Kak, tolong carikan aku lansia yang lain saja...." Pintanya kepada Windy, koordinatornya.
"Lho, memang kenapa? Seminggu lalu kamu bilang, bahwa kamu sudah nyaman dan cocok membantu keluarga Pak Broto. Tapi sekarang tiba-tiba kamu kok minta ganti. Ada apa sih?"
"Tak perlu kujelasin secara rinci. Tapi yang jelas aku sudah tak sejahtera lagi, Kak."
"Tak sejahtera lagi? Karena apa?" Seniornya itu kian penasaran.
"Tak sejahtera, ya tak sejahtera saja. Lagian, ini gak penting buat Kakak......"
"Itu justru penting bagiku, Yu! Aku harus tahu dulu, duduk persoalannya. Setelah itu, baru bisa pertimbangkan permintaanmu."
Terpaksa Ayu menjelaskan. Bahwa Pak Broto yang sudah berumur 71 tahun itu, kini mulai menyebalkan. Seminggu ini saja, priyayi sepuh itu telah tiga kali meneleponnya. Baginya, hal itu tidak lucu. Sangat mengganggu dan memuakkan.