Lihat ke Halaman Asli

Bambang Suwarno

Mencintai Tuhan & sesama. Salah satunya lewat untaian kata-kata.

Ibadah di Rumah, Bijak dan Alkitabiah

Diperbarui: 27 Maret 2020   23:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi berdoa dari rumah. (sumber: pxiabay/dajaconley)

Saat ini, semua acara yang melibatkan banyak orang, dibatalkan atau ditunda. Semua tempat yang berpotensi didatangi oleh banyak orang, juga ditutup untuk sementara waktu. Sampai tempat-tempat ibadah pun menutup pintunya. Kegiatan ritualnya dialihkan atau dibagi ke rumah-rumah jemaahnya.

Sebagai seorang pendeta, saya kerap ditanyai perihal itu oleh keluarga mau pun warga jemaat. Sempat juga berdiskusi dengan teman hamba-hamba Tuhan.

"Apa pandangan Bapak tentang beribadah yang dilangsungkan di rumah-rumah?"

"Dalam kondisi darurat. Demi tujuan kemanusiaan yang mulia. Apalagi hanya untuk sementara waktu saja. Ya mestinya tidak masalah. Atau tak perlu dipermasalahkan. Sah-sah saja, kok! Yang penting kita tetap bisa memuji, menyembah dan beribadah kepada-Nya!" jawab saya.

Lalu saya jelaskan juga. Bahwa beribadah atau mengadakan kebaktian di tempat-tempat yang bukan gedung gereja, sebenarnya sudah lama dilakukan oleh jemaat-jemaat Tuhan. 

Contohnya, jemaat mula-mula di Yerusalem. Awalnya, para rasul memang suka beribadah di sinagoge atau bahkan di Bait Allah. Tapi setelah Pentakosta, setelah terjadi pembaptisan ribuan orang percaya di Kota Suci itu. Populasi orang percaya kepada Kristus, mengalami peningkatan yang signifikan.

Waktu itu, di mana mereka harus beribadah? Tentu bukan di tempat-tempat ibadah penganut Yudaisme lagi. Karena orang-orang Yahudi (terutama para elitenya), sangat membenci kemunculan jemaat Kristen mula-mula itu. Mereka mulai bersikap represif. Mereka mengancam dan mempersekusinya. Bahkan tak segan mulai menganiaya jemaat yang baru itu.

Dalam kondisi under pressure seperti itu, mereka beribadah di mana saja. Yang jelas,  bukan di dalam gedung gereja. Karena pada waktu itu mereka belum punya gedung gereja. 

Tapi hebatnya, semangat mereka untuk bersekutu sangatlah tinggi. Sesuai catatan Alkitab, mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir. Juga makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati.

Lalu pada masa-masa penganiayaan hebat di Roma. Waktu itu, jemaat-jemaat Kristen harus menyembah Tuhannya di tempat-tempat yang tersembunyi. 

Seperti di katakombe-katakombe dan yang lainnya. Intinya, meski bukan di dalam gedung gereja, jemaat-jemaat kuno itu tetap setia beribadah di mana saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline