Lihat ke Halaman Asli

Bambang M Permadi

Catatan dari tepian Sungai Kahayan

"Simalakama" Pengawasan Anak

Diperbarui: 2 November 2022   05:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi anak dan gadget (shutterstock)

Pada umumnya orang tua merasa tenang bila anak-anaknya berada di rumah. Terutama malam hari. Anak-anak yang beranjak remaja telah memiliki dunianya sendiri. Terutama menyangkut interaksi sosial dengan rekan sebayanya. 

Anak Baru Gede (ABG) itu terkesan selalu sibuk dan banyak agenda yang harus diselesaikan di luar rumah. Satu hari penuh berkutat dengan pelajaran di sekolah seakan tak membuatnya lelah. Anak-anak dalam fase ini mulai sulit 'dikendalikan' bahkan mengabaikan nasehat orang tua agar mengurangi aktifitas tak bermanfaat.

Sebenarnya banyak orang tua juga memaklumi bahwa kegiatan anak-anak di luar rumah tak sepenuhnya negative. Tapi bagaimanapun juga perasaan cemas dan khawatir orangtua terhadap anak tetap ada. Sebab di luar sana apa saja dapat terjadi, seperti peredaran narkoba, begal, tawuran, kecelakaan lalu lintas dan lain-lain.

Lalu apakah anak  penurut dan selalu berada di rumah cukup aman? Jawabannya tergantung suasana kehangatan di rumah tangga. Komunikasi antara orang tua dan anak yang terjalin baik akan menjembatani penyelesaian persoalan yang dihadapi anak. 

Sebagai mahluk sosial anak juga tak terlepas dari persoalan pribadi. Seperti kendala belajar, pertemanan dan hubungan istimewa dengan lawan jenis. Pada umumnya anak-anak lebih terbuka kepada ibu daripada  ayah. 

Kepada ayah atau ibu anak sering berkeluhkesah tak penting karena sama berharga nilai informasinya. Anak yang terbuka akan memudahkan orang tua memberikan pembinaan dan teladan.

Komunikasi yang kurang berjalan baik membuat anak asyik sendiri dengan persoalannya. Apalagi lebih banyak beraktifitas di kamar pribadinya. Mungkin di kamarnya anak tak hanya belajar, tapi juga mengakses berbagai informasi yang mendegradasi kepribadian melalui gadgednya. Seperti situs provokatif anti kebhinekaan, judi online, kekerasan bahkan pornografi.

Media sosial (medsos) adalah keniscayaan teknologi. Siapa saja dapat mengakses apa saja. Baik informasi yang mencerahkan atau yang merusak moral . Apalagi anak-anak dan remaja yang masih labil cara berfikirnya. Kondisinya jadi 'bak makan buah simalakama. Anak sering beraktifitas di luar rumah kita khawatir, sementara di dalam rumah sendiri tak menjamin anak kita aman.

Pengaruh konten negative di medsos bukan hanya isapan jempol. Salah satunya dibuktikan dengan terjadinya kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Pelakunya masih 'bau kencur' demikian pula korbannya. Fenomena lain, demi konten tak sedikit anak yang sekarat karena nekat menghadang truk trailer yang tengah melaju kencang. Sungguh miris dan tak masuk akal sehat.

Tak seluruh orang tua melek teknologi, apalagi bila harus selalu memelototi konten medsos yang diakses anak. Dibanding orang tua jadul, anak-anak lebih pandai mengutak-atik menu gadget. Ketika gadgetnya di-password, orang tua hanya dapat mengernyitkan dahi kebingungan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline