Lihat ke Halaman Asli

Bambang J. Prasetya

Praktisi Media Seni Publik

Riak Buih Gelombang Dunia Maya

Diperbarui: 11 Juli 2022   21:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

#13

TERUSIK kisah cerita sahabat yang bertandang dan berbincang semalaman. Lama tidak berjumpa karena kesibukannya masing-masing. Tiba-tiba menghampiri dan semacam curhat sekaligus mengoreksi tak kurang dari mengkritisi.

"Ada banyak orang lain yang baik yang bisa kamu percaya. Jangan terlalu menutup diri dan tidak mau percaya. Mau tidak mau, kamu butuh orang lain di sisimu dan kamu tidak akan bisa mempertahankan mereka kalau kamu tidak percaya."

Entah dari mana muasalnya, selayaknya ingatan bertubi-tubi merundung dini hari yang basah diguyur hujan melancungkan senja. Meluncur begitu saja, menderaskan lintasan peristiwa yang dilupakan. Begini terkira katanya mengulang menikmati rokoknya, di serambi rumah depan persis dejavu. 

"Aku hanya ingin menjaga diri sendiri saja. Syukur jika sedikit bisa menularkan apa yang kupikirkan kepada keluargaku sendiri. Kalaupun harus melakukan perubahan, cukup berdamai dengan diri sendiri. Bersikap baik atas hidup ini. Tidak semena-mena pada sesama.

 Itu saja." kata-katanya terucap berat dan pelan disampaikan dengan ekspresi serius, sembari menghisap rokoknya, dan sesekali menyedu kopi yang telah dihidangkan.

"Mengapa bisa begitu bung?" tanya saya sedikit tidak mau mempercayai begitu saja ungkapannya. Bagaimana tidak, dia sejak dulu termasuk temen yang dinamis mengisi hidupnya. Kerap sejalan dalam berbagai aktifitas, menulis, bersastra, berkesenian, melakukan kerja-kerja sosial. Juga seorang aktifis politik yang teguh. Daya hidup dan energinya selalu menawar dan mempertimbangkan kegalauan absurditas eksistensial harkat kemanusiaan secara obyektif juga rasional.

"Kita tak mungkin lagi melakukan perubahan untuk menjadikan sedikitpun lebih baik. Setidaknya kekuatan dunia maya sudah tidak terkendali lagi. Kita hanya akan menjadi riak-riaknya " tegasnya.

Mungkin disebabkan cemas, setengahnya lunglai berada diantara keangkuhan yang tak juga membumi, maunya terbang tinggi melangitkan mimpi, enggan mendaratkan kenyataan. Pada mereka yang sudah pergi mendahului yang kemarin dulu sering menyambangi. 

Kesendirian adalah hening wening. Manembah tansah lembah manah. Trimah mawi pasrah. Selalu sadar diri pada ikhlas, sabar, syukur, bahwa sejatinya "aku" tak mampu apa-apa, tak punya apa-apa, yang punya bisa dan kuasa hanya Tuhan Gusti Allah.

"Hidup itu seperti berada di hutan belantara, ada berbagai macam tanaman, kalau mau tumbuh menjadi pohon yang besar menjulang tinggi maka harus memiliki akar yang kuat, batang yang kokoh, sehingga tak mudah ditumbangkan cuaca alam dan dirinya sendiri. Rawat dan galilah hakekat makna dari balik semua peristiwa yang ada." Lanjut kalimatnya seperti biasanya datar penuh tekanan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline