Lihat ke Halaman Asli

Bambang Iman Santoso

CEO Neuronesia Learning Center

Neuropolitik: Peta Politik Pilpres 2024

Diperbarui: 1 Januari 2024   15:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumen pribadi

Jakarta, Sabtu, 30 Desember 2023. Berangkat dari diskusi setahun yang lalu dengan pakar ilmu komunikasi politik; Prof. Effendi Gazali, bahwa pendidikan politik di Indonesia masih sangat diperlukan. Pertanyaannya; bagaimana mau berkembang dengan baik, kalau di setiap wag (whatsapp group), atau ruang diskusi lainnya dilarang membicarakannya. Walaupun maksudnya baik; untuk menghindari potensi konflik, namun ternyata secara jangka panjang berdampak buruk bagi negara ini, yang dikenal sebagai istilah "stupidity in politics" (Dexter, 1963; Otobe, 2021).

Mungkin diskusi politik praktis yang terus menerus bersitegang itu yang perlu dihindari atau setidaknya dikurangi. Tidak dilarang secara mutlak untuk dibicarakan, namun belajar berkomunikasi politik yang baik, yang santun, elegan dan tanpa menyakiti pihak lain. Proses pembelajaran komunikasi politik positif ini yang diperlukan untuk diedukasi dan dikembangkan.

Beberapa minggu lagi pemilihan presiden dan wakilnya akan dilakukan. Tepatnya pada tanggal 14 Februari 2024. Pembicaraan politik tampaknya hampir-hampir tak bisa dihindarkan. Jangan sampai apriori, anti politik, bahkan menjadi golput. Terutama generasi muda, karena tidak berjalannya proses pendidikan politik yang benar. Faktor lainnya; para pemimpin atau tokoh, dan praktisi politiknya mungkin tidak memberikan contoh yang baik. Sehingga mereka muak dan alergi terhadap barang ini. Ingat MNS (mirror neurons system) otak manusia kita sangat aktif bekerja.

Kalau kita bersabar dan mau berpikir ulang kembali dengan jernih, ternyata "politics is beautiful." Hal itu akan dirasakan ketika kita ingin "open mind," dan mencoba mempelajarinya dari berbagai sudut pandang. There is another way of doing politics.

Perbedaan signifikan dengan situasi dan kondisi masa kampanye 2 pilpres sebelumnya, adalah waktunya yang lebih panjang. Ibarat lari seperti marathon. Dampak buruknya terpolarisasi, eksesnya masih ada segelintir orang yang masih belum bisa "move on." Sedangkan pilpres 2024 ini, waktunya relatif pendek, hanya memiliki 4 bulan efektif dari penetapan nomor urut capres dan cawapres. Seperti lari sprint, jarak pendek 100 meter, gawang ke gawang lapangan sepak bola. Tidak hanya terbesit-besit, tapi tersayat-sayat pilihan kata yang lebih pas. Lebih perih rasanya, seperti luka terkena jeruk nipis, dan mungkin lebih kasar 'mainnya'. Namun, jangan sampai segala cara dihalalkan.

Neurosains, Otak dan Politik

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi khususnya teknologi informasi dan digital, disiplin ilmu neurosains mulai berkembang pada awal abad ke-20 dengan penemuan signifikan dalam anatomi dan fisiologi saraf. Pertumbuhannya dipercepat oleh kemajuan teknologi pencitraan otak dan pendekatan interdisipliner, seperti dalam "Decade of the Brain" pada 1990-an. Perkembangan ini terus berlanjut dengan cepat, memanfaatkan kontribusi dari berbagai bidang ilmu dan menghasilkan wawasan baru tentang fungsi otak dan sistem neurons (sistem saraf).

Beberapa tokoh perintis neurosains seperti; Santiago Ramón y Cajal, Sir Charles Sherrington, Wilder Penfield, Eric Kandel, dan Rita Levi-Montalcini. Perkembangan neurosains melibatkan kolaborasi dan kontribusi dari banyak ilmuwan dan peneliti, serta tokoh-tokoh ini mewakili hanya sebagian kecil dari pantheon ilmuwan yang berperan dalam membangun dasar pengetahuan tentang sistem neurons otak kita.

Di dunia ilmiah, otak manusia tidak lagi dianalogikan sebagai "black box" yang hanya bisa direka-reka dari luar. Cara kerja dan mekanisme otak telah dapat dipelajari melalui teknologi alat-alat pemindai otak. Pikiran dan perasaan seseorang dinyatakan sama-sama diproduksi di dalam otak kita. Motivasi, kecenderungan berpikir, bersikap, mengambil keputusan serta berperilaku seseorang, jauh lebih mudah dipetakan dan dianalisis dengan bantuan kemajuan teknologi dan ilmu ini.

Beberapa alat pemindai otak yang umumnya digunakan oleh para neurosaintis dan ilmuwan melibatkan; MRI untuk struktur, fMRI untuk aktivitas fungsional, PET untuk aktivitas metabolik, CT untuk gambaran struktural, EEG untuk aktivitas listrik, MEG untuk aktivitas magnetik, NIRS untuk oksigenasi darah, dan DTI untuk konektivitas serat saraf.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline