Lihat ke Halaman Asli

Bambang Iman Santoso

CEO Neuronesia Learning Center

Adaptasi Kebiasaan Baru untuk Kehidupan Lebih Baik

Diperbarui: 19 Juni 2020   21:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mental Toughness, 23 Aug 2019 | Dokpri

Oleh: Bambang Iman Santoso, Neuronesia Community

Jakarta, 18 Juni 2020. Menanggapi tulisan seorang sahabat dengan judul "GRIT to Great" membuat saya terinspirasi untuk menulis kembali. Semoga saja dapat memenuhi harapan para pembaca. Sesuai minat pembaca pada umumnya menginginkan bacaan ringan namun penuh makna dan dapat diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.

GRIT di dalam konsep pemaknaan 'ketangguhan mental' juga merupakan bagian kecakapan kita bagaimana mengelola pikiran secara baik. Khususnya me-manage stres kecil-kecil menjadi sesuatu hal-hal yang positif dalam meningkatkan daya resiliensi, atau daya juang. Stres kecil-kecil yang mampu kita kelola ini menjadi sesuatu hal positif dikenal juga dengan sebutan 'eustress', atau stres yang baik.

Jadi ternyata otak memerlukan stres juga. Kortisol memang diperlukan otak. Tapi tidak boleh kebanyakan, sehingga menjadi berlebihan dan berdampak buruk. Selanjutnya menjadi stres yang jelek atau disebut juga dengan istilah 'distress'. Seperti halnya yang penulis sering sampaikan kepada audiens di dalam kesempatan mengisi seminar-seminar, memberikan kuliah umum, megadakan workshop dan pelatihan-pelatihan. Baik berbentuk public training maupun in-house training. 

Sebenarnya, lebih berbahaya lagi bila stres jelek tersebut itu menetap sifatnya, dan berakumulasi menjadi 'chronicle stress' atau stres kronis yang menahun. Banyak dari kita, di tengah rutinitas sehari-hari tanpa disadari telah berpura-pura merasa tidak stres. Padahal secara diam-diam sedang menumpuk tuh kadar stres kita. Stres kronis berdampak buruk dan berbahaya karena tidak hanya memutus-mutuskan sinaps atau hubungan-hubungan antar sel-sel neuron otak listrik kita. Namun juga merontokan dan mematikan sel-sel otak kita tersebut.

Para pembaca yang baik, mungkin masih mengingat tulisan saya yang sebelumnya terkait bahasan 'HPA Axis'. Sehingga stres kronis ini tidak hanya membuat bodoh, akan tetapi juga berpotensi merusak dan melemahkan sistem imun tubuh kita. Untuk mengetahui lebih detil para pembaca budiman juga bisa googling atau browsing di internet dengan memasukan kata kunci; 'PNI'. Kependekan dari psychoneuroimmunology atau dibahasa-Indonesia-kan menjadi psikoneuroimunologi.

"So... it's good to know something on how to manage GRIT effectively !"

Di dalam pembinaan mental yang tangguh, GRIT adalah kutub yang menyeberangi engagement. Atau dengan kata lain upaya meningkatkan daya resiliensi. Baik itu menjadi kekuatan diri individu yang tangguh; yaitu kemampuan mengendalikan diri, maupun orientasi keluar diri, yaitu; kemampuan otak untuk melatih membangun komitmen.

Kecakapan mengendalikan diri adalah bagian dari efikasi diri. Di dalam executive brain atau fungsi eksekutif otak manusia termasuk ke dalam kelihaian kita dalam hal 'inhibitory control'. Bagaimana otak PFC kita mampu mengatur, meregulasi dan mengendalikan emosi yang diproduksi dalam sistem limbik otak manusia. Mengendalikan pikiran emosi, mengendalikan keinginan dan 'kengototan' atau 'kekekeuhan' dalam melampiaskan nafsu emosional kita. Di dalam pelajaran otak sehat, ada tips ringan untuk sukses; yaitu 'belajar menunda kenikmatan'.

Prinsip kerja interaksi neurons secara umum dalam proses synapses hanya ada dua; eksitasi dan inhibisi. Mirip cara kerja switching di telekomunikasi, juga coding 1 dan 0 dalam komunikasi data. Eksitasi neurotransmitter seperti; asetilkolin, norefinefrin atau noradrenalin, dopamin dan serotonin. Sedangkan contoh inhibisi neurotransmitter seperti asam gamma aminobutirat (GABA) dan glisin. Kemampuan menginhibisi ini lah yang perlu dilatih.

Kemudian yang kedua di dalam peningkatan efikasi diri adalah kemampuan mengendalikan gaya hidup seseorang atau life control. Faktanya di kehidupan sehari-hari sering dialami khususnya oleh para pekerja senior jelita (jelang 50 tahun) dan lolita (lolos 50 tahun).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline